Senin, 15 Desember 2014

Penanaman Sikap dan Nilai Dalam Pembelajaran IPS SD



BAB I PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Aspek afektif merupakan salah satu diantara tiga aspek yang sangat penting dalam pembelajaran di sekolah. Aspek afektif merupakan aspek sikap yang tertanam dalam diri siswa. Sikap yang baik pada siswa akan menjadikan proses belajar mengajar lancar, tanpa kendala, dan bermakna. Sikap tidak dapat dipisahkan dengan nilai. Setiap sikap, pasti akan bernilai. Salah satu contoh jika seorang murid selalu mendengarkan ketika pelajaran berlangsung, ketika ditanya siswa tersebut menjawab benar, tidak membuat gaduh, dan selalu bersikap yang baik, maka siswa tersebut akan memiliki nilai yang tinggi. Sebaliknya, jika seorang murid bersikap tidak baiak, maka nilainya akan jelek atau rendah.  
Pada setiap mata pelajaran sekolah dasar, wajib memasukkan atau mengajarkan sikap dan nilai yang terkandung dalam masing-masing mata pelajaran. Hal tersebut dikarenakan pada setiap mata pelajaran berbeda kemampuan sikap yang harus dimiliki oleh siswanya. Kemampuan sikap mata pelajaran ipa berbeda dengan kemampuan sikap ips. Kemampuan sikap pada tiap-tiap mata pelajaran yang tertanam setelah pembelajaran berlangsung akan menjadi bekal ketika siswa dirumah dan di masyarakat.  
Penanaman sikap tersebut akan menjadi nilai tersendiri bagi siswa. Sikap siswa di sekolah akan tercermin atau teraplikasi pada kehidupan di rumah dan masyarakat. Maka dari itu, penanaman sikap dan nilai pada masing-masing mata pelajaran harus benar-benar dilaksnakan secara baik. Khusus mata pelajaran ips, penanaman sikap dan nilai pada siswa harus benar-benar tercapai. Hal itu karena IPS merupakan mata pelajaran yang sedikit banyak mengajarkan tentang sikap dan nilai yang baik pada kehidupan di keluarga, sekolah dan kehidupan masyarakat. Sangat disayangkan jika pengajaran IPS tidak dilaksanakan dengan terstruktur, maka aspek sikap yang terdapat dalam tiap-tiap materi tidak akan tersampaikan dan tertaman dengan baik ke dalam diri setiap siswa.
1.2  RUMUSAN MASALAH
            1.      Mengapa nilai dan sikap dalam pembalajarang IPS sangat penting bagi siswa?
            2.      Bagaimana hubungan sikap, nilai dan perilaku pada pembelajaran IPS?
            3.      Bagaiaman cara menanamkan sikap dan nilai pembelajaran IPS pada siswa?
1.3  TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan :
           1.      Untuk mengetahui pentinganya nilai dan sikap dalam pembelajran IPS
           2.      Untuk mengetahui hubungan sikap, nilai, dan perilaku pada pembelajaran IPS
           3.      Untuk mengetahui cara menanamkan sikap dan nilai pembelajaran IPS pada siswa
Manfaat :
          1.      Dapat mengetahui pentinganya nilai dan sikap pada pembelajaran IPS
          2.      Dapat mengetahui hubungan sikap, nilai dan perilaku pada pembelajaran IPS
          3.      Dapat mengetahui cara menanamkan sikap dan nilai pada pembelajaran IPS


BAB II ISI

2.1  Pentingnya Nilai dan Sikap dalam Pengajaran IPS.
Menurut Purwodarminto dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nilai adalah harga, hal-hal penting atau berguna bagi manusia. Nilai atau sistem nilai adalah keyakinan, kepercayaan, norma atau kepatuhan-kepatuhan yang dianut oleh seseorang ataupun kelompok masyarakat. (Kosasih Djahiri. 1980:5).
Sedangkan menurut Fraenkel dalam (Husein Achmad. 1981:87), menyatakan bahwa nilai menggambarkan suatu penghargaan atau semangat yang diberikan seseorang atas pengalaman-pengalamannya. Selanjutnya ia mengatakan nilai itu merupakan standar tingkah laku, keindahan, efisiensi, atau penghargaan yang telah disetujui seseorang, dimana seseorang berusaha hidup dengan nilai tersebut serta bersedia mempertahankannya. Richard Meril, dalam Dwi Siswoyo, dkk (2005:23), menyatakan, bahwa nilai adalah patokan atau standar pola-pola pilihan yang dapat membimbing seseorang atau kelompok kearah “satisfication, fulfillment, and meaning.
Apabila dilihat dari sifatnya, nilai dapat digolongkan menjadi empat, yaitu:
a. Nilai yang memiliki sifat relatif stabil dan bertahan dari waktu ke waktu mengikuti kelangsungan hidup sistem sosial budaya masyarakat yang bersangkutan.
b. Nilai sebagai suatu bentuk keyakinan, memiliki komponen kognitif, afektif, dan psikomotorik.
c.   Nilai dengan dua kategori, yaitu nilai instrumental dan nilai terminal. Nilai instrumental adalah nilai yang menyangkut gaya perilaku yang dipandang sebagai nilai yang sesuai atau berharga. Sedangkan nilai terminal adalah nilai yang “the end state” di mana nilai- nilai instrumental menjadi bermakna.
d.  Nilai-nilai yang disusun atau diorganisasaikan ke dalam suatu sistem nilai yang menjadi keyakinan mengenai pola-pola hidup manusia yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan budayanya.
Sehubungan dengan hal tersebut, Koentjaraningrat mengemukakan pengertian sistem nilai budaya yaitu suatu sistem nilai- budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Oleh karena itu sistem nilai-budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem-sistem tata kelakuan manusia lain yang tingkatnya lebih konkrit, seperti aturan-aturan khusus, hukum dan norma-norma, semuanya juga berpedoman kepada sistem nilaibudaya tersebut.
Dengan demikian kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa nilai secara umum merupakan ukuran tentang baik-buruk, tentang tata-laku yang telah mendalam dalam kehidupan masyarakat. Nilai merupakan pencerminan budaya suatu kelompok masyarakat. Nilai apabila ditinjau sebagai sistem nilai, merupakan pedoman kehidupan bermasyarakat yang lebih tinggi tingkatnya dari pada norma sosial, karena norma sosial itu juga bersumber dan berpedoman kepada sistem nilai. Sistem nilai tidak hanya mempengaruhi tingkah laku dan tindakan seseorang, melainkan lebih jauh dari itu yaitu menjadi dasar untuk mencapai tujuan hidupnya.
Sistem nilai yang menjadi landasan dan pedoman hidup bangsa Indonesia yang paling utama adalah Pancasila. Bagi dunia pendidikan, Pancasila menjadi dasar pendidikan nasional. Dengan demikian nila-nilai yang terkandung pada sila-sila Pancasila harus ditanamkan dalam pengajaran IPS.
Sikap merupakan suatu konsep psikologi yang kompleks, sampai sekarang belum ada satu definisi yang diterima bersama oleh semua pakar psikologi. Satu hal yang dapat diterima bersama bahwa sikap berakar dalam perasaan. Namun demikian, walaupun sikap berakar dalam perasaan, perasaan bukanlah satu-satunya komponen dari sikap. Dalam perkembangan yang terakhir, sebagian besar pakar sependapat bahwa sikap terdiri dari tiga komponen, yaitu kompnen afektif, komponen kognitif, dan komponen konatif. Komponen afektif, adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang terhadap sesuatu obyek. Komponen kognitif, adalah kepercayaan atau keyakinan yang menjadi pegangan seseorang. Sedangkan komponen konatif, adalah kecenderungan untuk berperilaku atau berbuat dengan cara-cara tertentu terhadap sesuatu obyek.
Sikap adalah sebagai keadaan yang ada pada diri manusia yang menggerakkan untuk bertindak, sikap menyertai manusia dengan perasaan-perasaan tertentu dalam menanggapi obyek dan semua itu terbentuk atas pengalaman (Bimo Walgito. 1983:52-55). Sedangkan menurut Siti Partini Suardiman, sikap merupakan kesiapan merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi secara konsisten (Siti Partini Suardiman. 1894:76).
Selanjutnya Koencaraningrat menjelaskan bahwa suatu sikap adalah suatu disposisi atau keadaan mental di dalam jiwa dan diri seorang individu untuk bereaksi terhadap lingkungannya (baik lingkungan manusia atau lingkungan masyarakatnya, baik lingkungan alamiah maupun lingkungan fisiknya).
Walaupun berada di dalam diri individu, sikap biasanya juga dipengaruhi oleh nilai budaya dan sering pula bersumber pada sistem nilai budaya. Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap atau sikap mental adanya pada diri seseorang, jadi bukan ada pada alam pikiran orang sebagai anggota masyarakat. Sikap mental merupakan reaksi emosional seseorang terhadap lingkungannya, baik secara positif maupun negatif, baik berkenaan dengan persetujuan maupun penolakan tentang kondisi sosial yang dialaminya. Walaupun sikap mental ini ada pada diri seseorang tetapi sangat dipengaruhi oleh sistem nilai, pengalaman, dan pendidikan. Oleh karena itu pendidikan, khususnya pengajaran IPS dapat digunakan sebagai sarana untuk membina sikap mental anak didik.
Dengan demikian, dapat disimpulkan secara sederhana bahwa penilaian sikap dalam proses pembelajaran di sekolah dapat diartikan upaya sistematis dan sistemik untuk mengukur dan menilai perkembangan siswa, sebagai hasil dari proses pembelajaran yang telah dijalaninya.
Dalam berbagai kasus kehidupan memang sukar dibedakan antara pembentukan sikap dan perubahan sikap. Sejalan dengan pendapat Freedman et. al. (1970), bahwa senantiasa sikap menjadi sasaran perubahan, walaupun suatu sikap sudah bertahan untuk jangka waktu yang lama. Oleh karena menurut Freedman, para pakar psikologi lebih banyak memberikan perhatian pada pembahasan perubahan sikap dari pada pembentukan sikap. Ada tiga model belajar dalam rangka pembentukan sikap. Tiga model tersebut adalah:
a.       Mengamati dan Meniru
Pembelajaran model ini berlangsung melalui pengamatan dan peniruan. Berdasar kenyataan, bahwa mayoritas perilaku manusia dipelajari melalui model, yaitu dengan mengamati dan meniru perilaku atau perbuatan orang lain, terutamanya orang-orang yang berpengaruh. Melalui proses pengamatan dan peniruan akan terbentuk pula pola sikap dan perilaku yang sesuai dengan orang yang ditiru.
Bagi para siswa di sekoaln, orang-orang yang berpengaruh terutama adalah orang tua dan guru. Bagi masyarakat pada umumnya, orang-orang berpengaruh dan dapat menjadi model antara lain : tokoh- film, artis, politikus, dan tokoh-tokoh masyarakat yang dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari. Orang-orang ini memberi pengaruh tertentu terhadap perilaku dan kehidupan masyarakatnya.
b.      Menerima Penguatan
Pembelajaran model ini berlangsung melalui pembiasaan operan, yaitu dengan menerima atau tidak menerima penguatan atas suatu respon yang ditunjukkan. Penguatan juga dapat berupa hadiah (penguatan positif) dan dapat berupa hukuman (penguatan negatif).
Dalam proses pendidikan, guru atau orang tua memberikan hadiah berupa pujian kepada anak yang berbuat sesuai dengan nilai-nilai ideal tertentu. Dari waktu ke waktu respon yang diberi hadiah tersebut akan bertambah kuat. Dengan demikian sikap anak akan terbentuk, mereka akan menerima nilai yang menjadi pegangan guru atau orang tuanya.
c.       Menerima Informasi Verbal
Informasi tentang berbagai hal dapat diperoleh melalui lisan ataupun tulisan. Informasi tentang sesuatu obyek yang diperoleh seseorang akan mempengaruhi pembentukan sikapnya terhadap obyek yang bersangkutan, misalnya informasi tentang penyakit flu burung. Informasi ini telah membentuk sikap tertentu di kalangan warga masyarakat terhadap penyakit flu burung, pembawa virusnya, dan orang yang terkena penyakit tersebut.
Selain model mengenai suatu sikap, terdapat pula teori mengenai perubahan sikap. Berikut penjelasan mengenai teori perubahan sikap :
a.       Teori Pembelajaran (learning theory)
Teori pembelajaran (learning theory) melihat perubahan sikap sebagai suatu proses pembalajaran. Teori ini tertarik pada ciri-ciri dan hubungan antara stimulus dan respon dalam sustu proses komunikasi. Menurut Yale (the Yale communication and change program), yaitu program komunikasi dan perubahan sikap, telah memberikan sumbangan besar terhadap perkembangan teori ini. Program Yale mengidentifikasi unsur-unsur dalam proses pembujukan, yang dapat memberi pengaruh terhadap sikap seseorang. Menurut program Yale, ada empat unsur dalam proses pembujukan yang dapat mempengaruhi perubahan sikap, yaitu:
       penyampai, sebagai sumber informasi baru
       komunikasi atau informasi yang disampaikan
       penerima
       situasi
b.    Teori Fungsional
Teori fungsional mengasumsikan bahwa manusia mempertahankan sikap yang sesuai dengan kebutuhan dirinya sendiri. Perubahan sikap terjadi dalam rangka mendukung suatu maksud atau tujuan yang ingin dicapainya. Berdasarkan teori ini, sikap merupakan alat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, untuk merubah sikap seseorang, terlebih dahulu harus dipelajari dan diketahui kebutuhan khusus atau tujuan khusus yang ingin dicapai.
Menurut teori fungsional, perubahan sikap terjadi untuk menyesuaikan dengan kebutuhan individu. Ada beberapa fungsi sikap dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan individu, antara lain:
1)      Sebagai alat (instrumental), dengan perubahan sikap diharapkan akan memperoleh hadiah yang sebesar-besarnya (untuk mendukung sikap positif) dan hukuman yang sekecil-kecilnya untuk (mendukung sikap negatif).
2)      Sebagai pertahanan diri (ego-defensive), perubahan sikap didasarkan pada keinginan seseorang untuk melindungi atau mempertahankan dirinya.
3)  Sebagai pernyataan nilai (value-expressive), perubahan sikap didasarkan pada keinginan seseorang untuk menyatakan sikap yang selaras dengan nilai-nilai utama bagi dirinya.
4)  Sebagai pengetahuan (knowledge), perubahan sikap didasarkan pada keperluan seseorang untuk mendapatkan informasi, dan menyusunnya dengan cara yang dapat memberi makna bagi dirinya, dalam rangka penyesuaian diri dan memberikan sumbangan untuk kebaikan lingkungan hidupnya
                c.     Teori Pertimbangan Sosial (social judgement theory)
Menurut teori ini, perubahan sikap merupakan suatu penafsiran kembali atau pendefisian kembali terhadap suatu obyek. Sikap adalah sebagai suatu daerah posisi dalam suatu skala, yang mencakup ruang gerak penerimaan (latitude of acceptance), ruang gerak tidak pasti (latitude of noncommitment), dan ruang gerak penolakan (latitude of rejection).

2.2  Hubungan Antara Sikap, Nilai, dan Perilaku
Hubungan antara sikap dengan nilai, sebagian pakar psikologi berpendapat bahwa nilai lebih bersifat global daripada sikap. Pendapat lain mengatakan nilai merupakan sasaran yang lebih abstrak, yang ingin dicapai oleh seseorang. Nilai mendasari pandangan hidup seseorang. Oleh karena itu nilai tidak mempunyai obyek yang spesifik, seperti dalam sikap. Namun sangat penting peranannya dalam pembentukan sikap.
Sejalan dengan pendapat-pendapat tersebut, nilai sebagai sasaran yang ingin dicapai, atau sebagai hal yang mendasari pandangan hidup seseorang, maka nilai menjadi kriteria atau ukuran yang bersifat abstrak dalam membuat pertimbangan atau keputusan. Dalam kaitannya dengan peranan itu, nilai menjadi kepercayaan normatif tentang apa yang disukai dan apa yang tidak disukai.
Dengan demikian nilai mempengaruhi pembentukan dan arah sikap seseorang. Nilai juga dapat mempengaruhi perilaku dan perbuatan seseorang dengan mempengaruhi sikap dan penilaian terhadap konsekuensi dari pada perilaku dan perbuatan seseorang tersebut. Melalui proses seperti ini, nilai dapat dilihat sebagai kunci bagi lahirnya perilaku dan perbuatan seseorang. Oleh karena itu, pengajaran dan penanaman nilai merupakan hal penting dalam rangka pembinaan sikap dan kepribadian siswa.
Perilaku (behavior), dapat didefinisikan sebagai proses memberi reaksi terhadap suatu stimulus dalam lingkungan, yangbermanfaat bagi kehidupan. Perilaku juga dapat diartikan sebagai suatu aktivitas anggota badan. Berdasar batasan ini perilaku selalu merujuk kepada kegiatan lahir, yang dapat diamati dengan pancaindera. Namun demikian perilaku juga dapat merujuk kepada aktivitas internal yang tidak dapat dilihat, misalnya berpikir. Perilaku dan sikap mempunyai hubungan yang sangat kuat. Sikap pada hakikatnya merupakan perilaku internal. Individu dapat mengekspresikan sikap sebagai perilaku internal dalam bentuk perilaku eksternal. Misalnya perasaan suka atau kecenderungan setuju terhadap sesuatu obyek dapat diekspresikan dalam berbagai perilaku : mendukung, membantu, meniru, memuji, dan sebagainya.
Nilai dan sikap merupakan dua faktor penting yang menentukan perilaku seseorang. Konsistensi hubungan antara sikap dan perilaku ditentukan oleh dua  faktor, yaitu motivasi dan kesempatan Jika seseorang memiliki motivasi yang kuat untuk berpikir tentang sesuatu obyek serta memiliki kesempatan untuk berbuat, maka sikap akan memberi pengaruh kepada perilakunya. Pendapat tersebut sejalan dengan teori “reasoned action” yang menyatakan bahwa sikap dan nilai subyektif secara bersama-sama menentukan munculnya suatu perilaku.
Jadi dapat disimpulkan bahwa antara nilai, sikap, dan perilaku itu sangat erat kaitannya. Nilai merupakan kepercayaan normatif, yang ikut menentukan apa yang disukai dan apa yang tidak disukai oleh seseorang, sehingga terbentuk sikapnya terhadap sesuatu obyak. Selanjutnya sikap akan mempengaruhi perilaku dan perbuatan seseorang. Namun demikian, seperti dijelaskan di atas bahwa konsistensi hubungannya antara sikap dan perilaku tersebut terjadi, jika terpenuhi syarat-syarat tertentu.

2.3 Penanaman Nilai dan Sikap dalam Pengajaran IPS
Penanaman sikap atau sikap mental yang baik melalui pengajaran IPS, tidak dapat dilepaskan dari mengajarkan nilai dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat. Dengan kata lain, strategi pengajaran nilai dan sistem nilai pada IPS bertujuan untuk membina dan mengembangkan sikap mental yang baik. Materi dan pokok bahasan pada pengajaran IPS dengan menggunakan berbagai metode (multi metode), digunakan untuk membina penghayatan, kesadaran, dan pemilikan nilai-nilai yang baik pada diri siswa. Dengan terbinanya nilai-nilai secara baik dan terarah pada mereka, sikap mentalnya juga akan menjadi positif terhadap rangsangan dari lingkungannya, sehingga tingkah laku dan tindakannya tidak menyimpang dari nilai-nilai yang luhur. Dengan demikian tingkah laku dan tindakannya tadi selalu akan dilandasi oleh tanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan terhadap lingkungannya.
Penanaman nilai dan sikap pada pengajaran IPS hendaknya dipersiapkan dan dirancang berkesinambungan dengan penekanan pada setiap tingkat yang berbeda. Semakin tinggi jenjangnya semakin besar unsur pemahaman dan pertanggungjawabannya. Pengajaran IPS dilaksanakan dalam waktu yang terbatas, sehingga tidak mungkin dapat memperkenalkan seluruh nilai- nilai kehidupan manusia kepada siswa. Oleh karena itu nilai-nilai yang akan ditanamkan kepada siswa merupakan nilai-nilai yang pokok dan mendasar bagi kehidupan manusia.
Menurut Paul Suparno, SJ. sikap dan tingkah laku yang berlaku umum, yang lebih mengembangkan nilai kemanusiaan dan mengembangkan kesatuan sebagai warga masyarakat perlu mendapatkan tekanan. Beberapa sikap dan tingkah laku itu antara lain sebagai berikut: (Paul Suparno, SJ. 2001)
1.    Sikap penghargaan kepada setiap manusia
Penghargaan bahwa pribadi manusia itu bernilai, tidak boleh direndahkan atau disingkirkan tetapi harus dikembangkan. Setiap manusia , siapapun orangnya adalah bernilai, inilah yang menjadi hak asasi manusia, dan sikap ini harus dipunyai. Oleh karena itu tindakan meremehkan, menghina, merendahkan, apalagi mengganggu kebahagiaan orang lain dianggap tidak baik. Dalam wujud tindakan, misalnya siswa saling menghargai temannya, tidak menjelekkan temannya dan sebagainya.
2.  Sikap tenggang rasa, jujur, berlaku adil, suka mengabdi, ramah, setia, sopan, dan tepat janji
Sikap ini jelas membantu orang dalam berhubungan dengan orang lain dan hidup bersama orang lain.
3.  Sikap demokratis dan menghargai gagasan orang lain serta mau hidup bersama orang lain yang berbeda
Sikap ini jelas sangat membantu kita menjadi manusia, karena memanusiakan manusia lain. Bagi negara Indonesia yang sedang mencari bentuk demokrasi, sikap ini sangat jelas diperlukan. Apalagi sikap rela hidup bersama, meskipun lain gagasan, lain idiologi perlu ditekankan. Kita rela hidup besama dalam pebedaan karena perbedaan adalah keadaan asasi kita
4.    Kebebasan dan tanggung jawab
Sikap manusia sebagai pribadi adalah ia mempunyai kebebasan untuk mengungkapkan dirinya dan bertanggung jawab terhadap ungkapannya. Sikap ini berlaku baik terhadap dirinya sendiri, terhadap orang lain maupun terhadap alam dan Tuhan. Sikap ini jelas diwujudkan dalam kebebasan mimbar, kebebasan berbicara, kebebasan untuk mengungkapkan gagasan dan tanggung jawab. Siswa diajak bertanggung jawab terhadap tindakannya dan tidak lari dari tanggung jawab.
5.    Penghargaan terhadap alam
Alam diciptakan untuk dimanfaatkan oleh manusia agar dapat hidup bahagia. Berkenaan dengan hal tersebut penggunaan alam hanya untuk dirinya sendiri tidak dibenarkan. Termasuk juga pengrusakan alam yang hanya dapat memberikan kehidupan kepada segelintir orang juga tidak benar. Keserakahan dalam penggunaan alam adalah kesalahan.
6.    Penghormatan kepada Sang Pencipta
Sebagai makhluk kita menghormati Sang Pencipta. Kita melalui penghayatan iman,siswa diajak untuk menghormati dan memuji Sang Pencipta , dan pujian itu dapat diwujudkan dalam sikap berbaik kepada semua makluk ciptaan, termasuk pada diri sendiri. Sikap menghargai iman orang lain, menghargai bentuk iman orang lain, menghargai budaya orang lain perlu dikembangkan dalam kerangka rela hidup saling membantu dan menerima orang lain.
7.  Beberapa sikap pengembangan sebagai pribadi manusia seperti disiplin, bijaksana, cermat, mandiri, percaya diri, semuanya lebih menunjang penyempurnaan diri pribadi.
Meskipun hal-hal itu tidak langsung berkaitan dengan orang lain, tetapi membantu dalam kerja sama dengan orang lain.
Sikap mental dan tingkah laku tersebut di atas harus selalu dikembangkan. Dalam pengembangannya harus dijiwai oleh nilai-nilai yang luhur dan latihan mengungkapkan sikap mental secara baik, terarah dan terpuji. Kesadaran dan penghayatan siswa terhadap nilai yang menjadi landasan dan falsafah hidup bangsa Indonesia harus ditanamkan secara berkesinambungan, sehingga sikap mental siswa menjadi benar-benar memancarkan kebenaran, keluhuran, dan tanggung jawab. Penanaman nilai dan sikap ini harus sudah dimulai sejak kecil (TK, SD), dan berkelanjutan pada jenjang berikut/diatasnya.
Pada jenjang SD, siswa harus diperkenalkan pada proses pengembangan pemahaman alasan-alasan akan nilai-nilai yang diperkenalkan. Pada siswa kelas rendah, unsur-unsur permainan dan penanaman nilai tidak boleh dilupakan. Sebab pada tahap ini, siswa harus dikondisikan merasa senang dalam hidup bersama, bersosialisai, dan mulai mengenal ilmu pengetahuan. Kegiatan yang dapat diperkenalkan antara lain: mengunjungi musium, kebun binatang, tempat-tempat bersejarah, dan mengenal lingkungan alam. Ilmu pengetahuan haruslah dicintai bukan ditakuti dan menjadi ancaman bagi siswa.
Nilai-nilai yang ditanamkan kepada siswa harus semakin diperdalam dengan cara memperkenalkan mengapa nilai-nilai itu ditanamkan. Tahap demi tahap mulai dikembangkan unsur pemahaman kepada diri siswa, nilai-nilai kejujuran, keadilan, kepahlawanan harus sudah mulai diperkenalkan dan harus mendapat tekanan serta perhatian. Ceritera dan dongeng dapat menjadi sarana yang baik untuk pengenalan dan penanaman nilai-nilai tersebut.
Pada kelas tinggi, harus ditambah porsi pemahamannya, kegiatan-kegiatannya harus dipilih yang dapat membangun sikap tanggung jawab, keteraturan, kebersamaan dalam kelompok yang saling membantu. Pemberian tugas baik yang bersifat individu maupun kelompok, diskusi, dan tanya jawab merupakan metode yang cocok untuk menanamkan nilai dan sikap dalam pengajaran IPS.
Pada jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, nilai dan sikap yang ditanamkan harus disampaikan dengan argumentasi yang rasional. Kegiatan-kegiatan yang dijalankan harus diarahkan pada pembentukan sikap pribadi dalam kebersamaan yang dilandasi dengan pemikiran matang dan mendalam. Pada jenjang ini ditanamkan tanggung jawab sosial selain tanggung jawab pribadi dalam kegiatan kelompok yang terarah. Penanaman nilai dan sikap dalam pengajaran IPS dapat ditempuh dengan cara pemberian tugas, diskusi, dan tanya jawab.
Satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah nilai dan sikap yang telah tertanam sejak SD harus semakin diperdalam sampai suatu keyakinan bahwa apa yang telah diajarkan dan dilaksanakan adalah baik. Dengan demikian diharapkan nilai-nilai dan sikap yang ditanamkan sudah menjadi suatu kebiasaan yang sudah diyakini kebenarannya.
Pada jenjang Sekolah Menengah Umum (SMU), porsi pengembangan nilai dan sikap lebih kecil dibandingkan porsi pengembangan akademis. Ini bukan berarti nilai dan sikap yang telah diperoleh melalui pengajaran IPS di SD dan SLTP ditinggalkan, melainkan harus semakin dihayati dengan kesadaran dan pengertian yang mendalam. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam proses belajar mengajar harus semakin mengembangkan pola pemikiran dan pendalaman nilai-nilai kehidupan.
Pada jenjang Perguruan Tinggi, yang harus dikembangkan adalah aspek akademis secara tuntas. Ini berarti bahwa penanaman nilai-nilai hidup dan pembentukan sikap hidup diharapkan telah purna pada jenjang SMU. Pada jenjang ini harus dikembangkan pendalaman secara ilmiah akan nilai-nilai hidup manusia dengan pertanggungjawaban yang mendalam dan ilmiah.
Penanamam nilai dan sikap kepada siswa itu penting, ungkapan ini senada dengan tujuan pengajaran IPS yang selain mengembangkan pengetahuan juga mengembangkan keterampilan, dan menanamkan nilai dan sikap kepada siswa. Leonard Kenworthy dalam (Kosasih Djahiri dan Fatimah Ma’mun.1978/1979:107). mengemukakan rumus sebagai berikut:
P (Pengetahuan) + S (Sikap) + K (Keterampilan) = B (Behavior = kelakuan)
Hal ini menggambarkan bahwa sikap lahir secara bersamaan dan satu sama lain tidak dapat dipisah-pisahkan. Bila keempat aspek tersebut mampu kita ajarkan atau kita bina kepada siswa maka sikap seseorang akan terlatih dan terbina pula. Namun harus kita sadari bahwa tidak selamanya kita dapat mengajarkan keempat aspek itu dalam pengajaran suatu konsep.
Hal itu dapat diatasi dengan menggunakan teknik dan langkah tertentu, nilai-nilai sopan santun, baik dan buruk, adil dan tidak adil dan sebagainya dapat ditanamkan kepada siswa dengan cara menimbulkan kesadaran siswa sendiri dan melalui cara-cara kritis rasional dalam proses belajar mengajar dan ditanamkan secara bertahap.
Penanaman nilai melalui drilling atau hafalan semata tidaklah tepat, sebab siswa menerima suatu nilai hanya sebagai pengetahuan yang disimpannya dalam benaknya atau berusaha kearah merubah sikap dengan secara terpaksa, semu atau pura-pura tanpa keyakinan. Pengajaran nilai dan sikap hendaknya benar-benar mampu menyentuh kesadaran nilai siswa itu sendiri dan tertanam melalui logika pembenaran yang dapat diterima siswa itu, sehingga nilai-nilai tersebut menjadi milik dan keyakinan yang tidak mudah berubah.
Pengajaran IPS yang pada hakekatnya adalah pengajaran yang mensosialkan diri dan pribadi siswa. Dengan demikian siswa dengan segala kepribadiannya atau sikapnya hendaknya mampu meresapi (menghayati), mengadaptasi (menerima) dan mempraktekkan nilai-nilai umum yang berlaku di masyarakat. Setiap konsep/topik/tema/pelajaran IPS memiliki nilai-nilai tertentu yang oleh siswa perlu dikaji, diolah dan ditelaah dan cocok dengan dirinya, diproses menjadi miliknya untuk kemudian digunakan sebagai pola atau barometer perbuatannya dalam hidupnya. Kalau nilai dan sikap tersebut memang dianggap baik untuk orang lain, maka dapat dikomunikasikan dan disebarluaskan kepada orang lain dengan cara yang wajar.




DAFTAR PUSTAKA

Hidayati, Mujinem, Senen A. 2008. Pengembangan Pendidikan IPS SD. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar