BAB
I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Aspek afektif
merupakan salah satu diantara tiga aspek yang sangat penting dalam pembelajaran
di sekolah. Aspek afektif merupakan aspek sikap yang tertanam dalam diri siswa.
Sikap yang baik pada siswa akan menjadikan proses belajar mengajar lancar,
tanpa kendala, dan bermakna. Sikap tidak dapat dipisahkan dengan nilai. Setiap sikap,
pasti akan bernilai. Salah satu contoh jika seorang murid selalu mendengarkan
ketika pelajaran berlangsung, ketika ditanya siswa tersebut menjawab benar,
tidak membuat gaduh, dan selalu bersikap yang baik, maka siswa tersebut akan
memiliki nilai yang tinggi. Sebaliknya, jika seorang murid bersikap tidak
baiak, maka nilainya akan jelek atau rendah.
Pada setiap
mata pelajaran sekolah dasar, wajib memasukkan atau mengajarkan sikap dan nilai
yang terkandung dalam masing-masing mata pelajaran. Hal tersebut dikarenakan
pada setiap mata pelajaran berbeda kemampuan sikap yang harus dimiliki oleh
siswanya. Kemampuan sikap mata pelajaran ipa berbeda dengan kemampuan sikap ips.
Kemampuan sikap pada tiap-tiap mata pelajaran yang tertanam setelah pembelajaran
berlangsung akan menjadi bekal ketika siswa dirumah dan di masyarakat.
Penanaman sikap
tersebut akan menjadi nilai tersendiri bagi siswa. Sikap siswa di sekolah akan
tercermin atau teraplikasi pada kehidupan di rumah dan masyarakat. Maka dari
itu, penanaman sikap dan nilai pada masing-masing mata pelajaran harus
benar-benar dilaksnakan secara baik. Khusus mata pelajaran ips, penanaman sikap
dan nilai pada siswa harus benar-benar tercapai. Hal itu karena IPS merupakan
mata pelajaran yang sedikit banyak mengajarkan tentang sikap dan nilai yang
baik pada kehidupan di keluarga, sekolah dan kehidupan masyarakat. Sangat disayangkan
jika pengajaran IPS tidak dilaksanakan dengan terstruktur, maka aspek sikap
yang terdapat dalam tiap-tiap materi tidak akan tersampaikan dan tertaman
dengan baik ke dalam diri setiap siswa.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.
Mengapa nilai
dan sikap dalam pembalajarang IPS sangat penting bagi siswa?
2.
Bagaimana hubungan
sikap, nilai dan perilaku pada pembelajaran IPS?
3.
Bagaiaman cara
menanamkan sikap dan nilai pembelajaran IPS pada siswa?
1.3 TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan :
1.
Untuk mengetahui
pentinganya nilai dan sikap dalam pembelajran IPS
2.
Untuk mengetahui
hubungan sikap, nilai, dan perilaku pada pembelajaran IPS
3.
Untuk mengetahui
cara menanamkan sikap dan nilai pembelajaran IPS pada siswa
Manfaat :
1.
Dapat mengetahui
pentinganya nilai dan sikap pada pembelajaran IPS
2.
Dapat mengetahui
hubungan sikap, nilai dan perilaku pada pembelajaran IPS
3.
Dapat mengetahui
cara menanamkan sikap dan nilai pada pembelajaran IPS
BAB
II ISI
2.1 Pentingnya
Nilai dan Sikap dalam Pengajaran IPS.
Menurut
Purwodarminto dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nilai adalah harga, hal-hal
penting atau berguna bagi manusia. Nilai atau sistem nilai adalah keyakinan,
kepercayaan, norma atau kepatuhan-kepatuhan yang dianut oleh seseorang ataupun
kelompok masyarakat. (Kosasih Djahiri. 1980:5).
Sedangkan
menurut Fraenkel dalam (Husein Achmad. 1981:87), menyatakan bahwa nilai
menggambarkan suatu penghargaan atau semangat yang diberikan seseorang atas
pengalaman-pengalamannya. Selanjutnya ia mengatakan nilai itu merupakan standar
tingkah laku, keindahan, efisiensi, atau penghargaan yang telah disetujui
seseorang, dimana seseorang berusaha hidup dengan nilai tersebut serta bersedia
mempertahankannya. Richard Meril, dalam Dwi Siswoyo, dkk (2005:23),
menyatakan, bahwa nilai adalah patokan atau standar pola-pola pilihan yang
dapat membimbing seseorang atau kelompok kearah “satisfication, fulfillment,
and meaning.
Apabila
dilihat dari sifatnya, nilai dapat digolongkan menjadi empat, yaitu:
a. Nilai
yang memiliki sifat relatif stabil dan bertahan dari waktu ke waktu mengikuti kelangsungan
hidup sistem sosial budaya masyarakat yang bersangkutan.
b. Nilai
sebagai suatu bentuk keyakinan, memiliki komponen kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
c. Nilai
dengan dua kategori, yaitu nilai instrumental dan nilai terminal. Nilai
instrumental adalah nilai yang menyangkut gaya perilaku yang dipandang sebagai
nilai yang sesuai atau berharga. Sedangkan nilai terminal adalah nilai yang “the
end state” di mana nilai- nilai instrumental menjadi bermakna.
d. Nilai-nilai
yang disusun atau diorganisasaikan ke dalam suatu sistem nilai yang menjadi
keyakinan mengenai pola-pola hidup manusia yang terus berkembang sesuai dengan
perkembangan budayanya.
Sehubungan
dengan hal tersebut, Koentjaraningrat mengemukakan pengertian sistem nilai
budaya yaitu suatu sistem nilai- budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang
hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga masyarakat, mengenai hal-hal
yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Oleh karena itu sistem
nilai-budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia.
Sistem-sistem tata kelakuan manusia lain yang tingkatnya lebih konkrit, seperti
aturan-aturan khusus, hukum dan norma-norma, semuanya juga berpedoman kepada
sistem nilaibudaya tersebut.
Dengan
demikian kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa nilai secara umum merupakan
ukuran tentang baik-buruk, tentang tata-laku yang telah mendalam dalam
kehidupan masyarakat. Nilai merupakan pencerminan budaya suatu kelompok
masyarakat. Nilai apabila ditinjau sebagai sistem nilai, merupakan pedoman
kehidupan bermasyarakat yang lebih tinggi tingkatnya dari pada norma sosial,
karena norma sosial itu juga bersumber dan berpedoman kepada sistem nilai.
Sistem nilai tidak hanya mempengaruhi tingkah laku dan tindakan seseorang,
melainkan lebih jauh dari itu yaitu menjadi dasar untuk mencapai tujuan
hidupnya.
Sistem
nilai yang menjadi landasan dan pedoman hidup bangsa Indonesia yang paling
utama adalah Pancasila. Bagi dunia pendidikan, Pancasila menjadi dasar
pendidikan nasional. Dengan demikian nila-nilai yang terkandung pada sila-sila
Pancasila harus ditanamkan dalam pengajaran IPS.
Sikap
merupakan suatu konsep psikologi yang kompleks, sampai sekarang belum ada satu
definisi yang diterima bersama oleh semua pakar psikologi. Satu hal yang dapat
diterima bersama bahwa sikap berakar dalam perasaan. Namun demikian, walaupun
sikap berakar dalam perasaan, perasaan bukanlah satu-satunya komponen dari
sikap. Dalam perkembangan yang terakhir, sebagian besar pakar sependapat bahwa
sikap terdiri dari tiga komponen, yaitu kompnen afektif, komponen kognitif, dan
komponen konatif. Komponen afektif, adalah perasaan yang dimiliki oleh
seseorang terhadap sesuatu obyek. Komponen kognitif, adalah kepercayaan atau keyakinan
yang menjadi pegangan seseorang. Sedangkan komponen konatif, adalah
kecenderungan untuk berperilaku atau berbuat dengan cara-cara tertentu terhadap
sesuatu obyek.
Sikap
adalah sebagai keadaan yang ada pada diri manusia yang menggerakkan untuk
bertindak, sikap menyertai manusia dengan perasaan-perasaan tertentu dalam
menanggapi obyek dan semua itu terbentuk atas pengalaman (Bimo Walgito.
1983:52-55). Sedangkan menurut Siti Partini Suardiman, sikap merupakan
kesiapan merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau
situasi secara konsisten (Siti Partini Suardiman. 1894:76).
Selanjutnya
Koencaraningrat menjelaskan bahwa suatu sikap adalah suatu disposisi atau
keadaan mental di dalam jiwa dan diri seorang individu untuk bereaksi terhadap
lingkungannya (baik lingkungan manusia atau lingkungan masyarakatnya, baik
lingkungan alamiah maupun lingkungan fisiknya).
Walaupun
berada di dalam diri individu, sikap biasanya juga dipengaruhi oleh nilai
budaya dan sering pula bersumber pada sistem nilai budaya. Dari pengertian-pengertian
di atas dapat disimpulkan bahwa sikap atau sikap mental adanya pada diri
seseorang, jadi bukan ada pada alam pikiran orang sebagai anggota masyarakat.
Sikap mental merupakan reaksi emosional seseorang terhadap lingkungannya, baik
secara positif maupun negatif, baik berkenaan dengan persetujuan maupun
penolakan tentang kondisi sosial yang dialaminya. Walaupun sikap mental ini ada
pada diri seseorang tetapi sangat dipengaruhi oleh sistem nilai, pengalaman,
dan pendidikan. Oleh karena itu pendidikan, khususnya pengajaran IPS dapat
digunakan sebagai sarana untuk membina sikap mental anak didik.
Dengan
demikian, dapat disimpulkan secara sederhana bahwa penilaian sikap dalam proses
pembelajaran di sekolah dapat diartikan upaya sistematis dan sistemik untuk
mengukur dan menilai perkembangan siswa, sebagai hasil dari proses pembelajaran
yang telah dijalaninya.
Dalam
berbagai kasus kehidupan memang sukar dibedakan antara pembentukan sikap dan
perubahan sikap. Sejalan dengan pendapat Freedman et. al. (1970), bahwa
senantiasa sikap menjadi sasaran perubahan, walaupun suatu sikap sudah bertahan
untuk jangka waktu yang lama. Oleh karena menurut Freedman, para pakar
psikologi lebih banyak memberikan perhatian pada pembahasan perubahan sikap
dari pada pembentukan sikap. Ada tiga model belajar dalam rangka pembentukan
sikap. Tiga model tersebut adalah:
a.
Mengamati dan
Meniru
Pembelajaran model ini berlangsung
melalui pengamatan dan peniruan. Berdasar kenyataan, bahwa mayoritas perilaku
manusia dipelajari melalui model, yaitu dengan mengamati dan meniru perilaku
atau perbuatan orang lain, terutamanya orang-orang yang berpengaruh. Melalui
proses pengamatan dan peniruan akan terbentuk pula pola sikap dan perilaku yang
sesuai dengan orang yang ditiru.
Bagi para siswa di sekoaln, orang-orang
yang berpengaruh terutama adalah orang tua dan guru. Bagi masyarakat pada
umumnya, orang-orang berpengaruh dan dapat menjadi model antara lain : tokoh-
film, artis, politikus, dan tokoh-tokoh masyarakat yang dapat diamati dalam
kehidupan sehari-hari. Orang-orang ini memberi pengaruh tertentu terhadap
perilaku dan kehidupan masyarakatnya.
b.
Menerima
Penguatan
Pembelajaran model ini berlangsung
melalui pembiasaan operan, yaitu dengan menerima atau tidak menerima penguatan
atas suatu respon yang ditunjukkan. Penguatan juga dapat berupa hadiah
(penguatan positif) dan dapat berupa hukuman (penguatan negatif).
Dalam proses pendidikan, guru atau orang
tua memberikan hadiah berupa pujian kepada anak yang berbuat sesuai dengan nilai-nilai
ideal tertentu. Dari waktu ke waktu respon yang diberi hadiah tersebut akan
bertambah kuat. Dengan demikian sikap anak akan terbentuk, mereka akan menerima
nilai yang menjadi pegangan guru atau orang tuanya.
c.
Menerima
Informasi Verbal
Informasi tentang berbagai hal dapat
diperoleh melalui lisan ataupun tulisan. Informasi tentang sesuatu obyek yang
diperoleh seseorang akan mempengaruhi pembentukan sikapnya terhadap obyek yang
bersangkutan, misalnya informasi tentang penyakit flu burung. Informasi ini
telah membentuk sikap tertentu di kalangan warga masyarakat terhadap penyakit
flu burung, pembawa virusnya, dan orang yang terkena penyakit tersebut.
Selain model
mengenai suatu sikap, terdapat pula teori mengenai perubahan sikap. Berikut penjelasan
mengenai teori perubahan sikap :
a.
Teori
Pembelajaran (learning theory)
Teori pembelajaran (learning theory)
melihat perubahan sikap sebagai suatu proses pembalajaran. Teori ini tertarik
pada ciri-ciri dan hubungan antara stimulus dan respon dalam sustu proses
komunikasi. Menurut Yale (the Yale communication and change program),
yaitu program komunikasi dan perubahan sikap, telah memberikan sumbangan besar
terhadap perkembangan teori ini. Program Yale mengidentifikasi unsur-unsur
dalam proses pembujukan, yang dapat memberi pengaruh terhadap sikap seseorang.
Menurut program Yale, ada empat unsur dalam proses pembujukan yang dapat mempengaruhi
perubahan sikap, yaitu:
• penyampai,
sebagai sumber informasi baru
• komunikasi
atau informasi yang disampaikan
• penerima
• situasi
b.
Teori
Fungsional
Teori fungsional mengasumsikan bahwa
manusia mempertahankan sikap yang sesuai dengan kebutuhan dirinya sendiri.
Perubahan sikap terjadi dalam rangka mendukung suatu maksud atau tujuan yang
ingin dicapainya. Berdasarkan teori ini, sikap merupakan alat untuk mencapai tujuan.
Oleh karena itu, untuk merubah sikap seseorang, terlebih dahulu harus
dipelajari dan diketahui kebutuhan khusus atau tujuan khusus yang ingin
dicapai.
Menurut teori fungsional, perubahan
sikap terjadi untuk menyesuaikan dengan kebutuhan individu. Ada beberapa fungsi
sikap dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan individu, antara lain:
1) Sebagai
alat (instrumental), dengan perubahan sikap diharapkan akan memperoleh
hadiah yang sebesar-besarnya (untuk mendukung sikap positif) dan hukuman yang
sekecil-kecilnya untuk (mendukung sikap negatif).
2) Sebagai
pertahanan diri (ego-defensive), perubahan sikap didasarkan pada keinginan
seseorang untuk melindungi atau mempertahankan dirinya.
3) Sebagai
pernyataan nilai (value-expressive), perubahan sikap didasarkan pada
keinginan seseorang untuk menyatakan sikap yang selaras dengan nilai-nilai
utama bagi dirinya.
4) Sebagai
pengetahuan (knowledge), perubahan sikap didasarkan pada keperluan
seseorang untuk mendapatkan informasi, dan menyusunnya dengan cara yang dapat
memberi makna bagi dirinya, dalam rangka penyesuaian diri dan memberikan sumbangan
untuk kebaikan lingkungan hidupnya
c.
Teori
Pertimbangan Sosial (social judgement theory)
Menurut teori ini, perubahan sikap
merupakan suatu penafsiran kembali atau pendefisian kembali terhadap suatu
obyek. Sikap adalah sebagai suatu daerah posisi dalam suatu skala, yang
mencakup ruang gerak penerimaan (latitude of acceptance), ruang gerak
tidak pasti (latitude of noncommitment), dan ruang gerak penolakan (latitude
of rejection).
2.2 Hubungan
Antara Sikap, Nilai, dan Perilaku
Hubungan
antara sikap dengan nilai, sebagian pakar psikologi berpendapat bahwa nilai
lebih bersifat global daripada sikap. Pendapat lain mengatakan nilai merupakan
sasaran yang lebih abstrak, yang ingin dicapai oleh seseorang. Nilai mendasari
pandangan hidup seseorang. Oleh karena itu nilai tidak mempunyai obyek yang
spesifik, seperti dalam sikap. Namun sangat penting peranannya dalam
pembentukan sikap.
Sejalan
dengan pendapat-pendapat tersebut, nilai sebagai sasaran yang ingin dicapai,
atau sebagai hal yang mendasari pandangan hidup seseorang, maka nilai menjadi
kriteria atau ukuran yang bersifat abstrak dalam membuat pertimbangan atau
keputusan. Dalam kaitannya dengan peranan itu, nilai menjadi kepercayaan normatif
tentang apa yang disukai dan apa yang tidak disukai.
Dengan
demikian nilai mempengaruhi pembentukan dan arah sikap seseorang. Nilai juga
dapat mempengaruhi perilaku dan perbuatan seseorang dengan mempengaruhi sikap
dan penilaian terhadap konsekuensi dari pada perilaku dan perbuatan seseorang
tersebut. Melalui proses seperti ini, nilai dapat dilihat sebagai kunci bagi
lahirnya perilaku dan perbuatan seseorang. Oleh karena itu, pengajaran dan
penanaman nilai merupakan hal penting dalam rangka pembinaan sikap dan
kepribadian siswa.
Perilaku
(behavior), dapat didefinisikan sebagai proses memberi reaksi terhadap suatu
stimulus dalam lingkungan, yangbermanfaat bagi kehidupan. Perilaku juga dapat
diartikan sebagai suatu aktivitas anggota badan. Berdasar batasan ini perilaku
selalu merujuk kepada kegiatan lahir, yang dapat diamati dengan pancaindera.
Namun demikian perilaku juga dapat merujuk kepada aktivitas internal yang tidak
dapat dilihat, misalnya berpikir. Perilaku dan sikap mempunyai hubungan yang
sangat kuat. Sikap pada hakikatnya merupakan perilaku internal. Individu dapat
mengekspresikan sikap sebagai perilaku internal dalam bentuk perilaku
eksternal. Misalnya perasaan suka atau kecenderungan setuju terhadap sesuatu
obyek dapat diekspresikan dalam berbagai perilaku : mendukung, membantu,
meniru, memuji, dan sebagainya.
Nilai
dan sikap merupakan dua faktor penting yang menentukan perilaku seseorang.
Konsistensi hubungan antara sikap dan perilaku ditentukan oleh dua faktor, yaitu motivasi dan kesempatan Jika
seseorang memiliki motivasi yang kuat untuk berpikir tentang sesuatu obyek
serta memiliki kesempatan untuk berbuat, maka sikap akan memberi pengaruh
kepada perilakunya. Pendapat tersebut sejalan dengan teori “reasoned action”
yang menyatakan bahwa sikap dan nilai subyektif secara bersama-sama menentukan
munculnya suatu perilaku.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa antara nilai, sikap, dan perilaku itu sangat erat kaitannya.
Nilai merupakan kepercayaan normatif, yang ikut menentukan apa yang disukai dan
apa yang tidak disukai oleh seseorang, sehingga terbentuk sikapnya terhadap
sesuatu obyak. Selanjutnya sikap akan mempengaruhi perilaku dan perbuatan
seseorang. Namun demikian, seperti dijelaskan di atas bahwa konsistensi
hubungannya antara sikap dan perilaku tersebut terjadi, jika terpenuhi syarat-syarat
tertentu.
2.3 Penanaman Nilai dan Sikap dalam Pengajaran IPS
Penanaman
sikap atau sikap mental yang baik melalui pengajaran IPS, tidak dapat
dilepaskan dari mengajarkan nilai dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat. Dengan
kata lain, strategi pengajaran nilai dan sistem nilai pada IPS bertujuan untuk
membina dan mengembangkan sikap mental yang baik. Materi dan pokok bahasan pada
pengajaran IPS dengan menggunakan berbagai metode (multi metode), digunakan
untuk membina penghayatan, kesadaran, dan pemilikan nilai-nilai yang baik pada
diri siswa. Dengan terbinanya nilai-nilai secara baik dan terarah pada mereka,
sikap mentalnya juga akan menjadi positif terhadap rangsangan dari
lingkungannya, sehingga tingkah laku dan tindakannya tidak menyimpang dari
nilai-nilai yang luhur. Dengan demikian tingkah laku dan tindakannya tadi
selalu akan dilandasi oleh tanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan terhadap
lingkungannya.
Penanaman
nilai dan sikap pada pengajaran IPS hendaknya dipersiapkan dan dirancang
berkesinambungan dengan penekanan pada setiap tingkat yang berbeda. Semakin
tinggi jenjangnya semakin besar unsur pemahaman dan pertanggungjawabannya.
Pengajaran IPS dilaksanakan dalam waktu yang terbatas, sehingga tidak mungkin
dapat memperkenalkan seluruh nilai- nilai kehidupan manusia kepada siswa. Oleh
karena itu nilai-nilai yang akan ditanamkan kepada siswa merupakan nilai-nilai
yang pokok dan mendasar bagi kehidupan manusia.
Menurut
Paul Suparno, SJ. sikap dan tingkah laku yang berlaku umum, yang lebih
mengembangkan nilai kemanusiaan dan mengembangkan kesatuan sebagai warga
masyarakat perlu mendapatkan tekanan. Beberapa sikap dan tingkah laku itu
antara lain sebagai berikut: (Paul Suparno, SJ. 2001)
1. Sikap
penghargaan kepada setiap manusia
Penghargaan bahwa pribadi manusia itu
bernilai, tidak boleh direndahkan atau disingkirkan tetapi harus dikembangkan.
Setiap manusia , siapapun orangnya adalah bernilai, inilah yang menjadi hak
asasi manusia, dan sikap ini harus dipunyai. Oleh karena itu tindakan
meremehkan, menghina, merendahkan, apalagi mengganggu kebahagiaan orang lain
dianggap tidak baik. Dalam wujud tindakan, misalnya siswa saling menghargai
temannya, tidak menjelekkan temannya dan sebagainya.
2. Sikap
tenggang rasa, jujur, berlaku adil, suka mengabdi, ramah, setia, sopan, dan
tepat janji
Sikap ini jelas membantu orang dalam
berhubungan dengan orang lain dan hidup bersama orang lain.
3. Sikap
demokratis dan menghargai gagasan orang lain serta mau hidup bersama orang lain
yang berbeda
Sikap ini jelas sangat membantu kita
menjadi manusia, karena memanusiakan manusia lain. Bagi negara Indonesia yang
sedang mencari bentuk demokrasi, sikap ini sangat jelas diperlukan. Apalagi
sikap rela hidup bersama, meskipun lain gagasan, lain idiologi perlu
ditekankan. Kita rela hidup besama dalam pebedaan karena perbedaan adalah
keadaan asasi kita
4. Kebebasan
dan tanggung jawab
Sikap manusia sebagai pribadi adalah ia
mempunyai kebebasan untuk mengungkapkan dirinya dan bertanggung jawab terhadap
ungkapannya. Sikap ini berlaku baik terhadap dirinya sendiri, terhadap orang
lain maupun terhadap alam dan Tuhan. Sikap ini jelas diwujudkan dalam kebebasan
mimbar, kebebasan berbicara, kebebasan untuk mengungkapkan gagasan dan tanggung
jawab. Siswa diajak bertanggung jawab terhadap tindakannya dan tidak lari dari
tanggung jawab.
5. Penghargaan
terhadap alam
Alam diciptakan untuk dimanfaatkan oleh
manusia agar dapat hidup bahagia. Berkenaan dengan hal tersebut penggunaan alam
hanya untuk dirinya sendiri tidak dibenarkan. Termasuk juga pengrusakan alam
yang hanya dapat memberikan kehidupan kepada segelintir orang juga tidak benar.
Keserakahan dalam penggunaan alam adalah kesalahan.
6. Penghormatan
kepada Sang Pencipta
Sebagai makhluk kita menghormati Sang
Pencipta. Kita melalui penghayatan iman,siswa diajak untuk menghormati dan
memuji Sang Pencipta , dan pujian itu dapat diwujudkan dalam sikap berbaik
kepada semua makluk ciptaan, termasuk pada diri sendiri. Sikap menghargai iman
orang lain, menghargai bentuk iman orang lain, menghargai budaya orang lain
perlu dikembangkan dalam kerangka rela hidup saling membantu dan menerima orang
lain.
7. Beberapa
sikap pengembangan sebagai pribadi manusia seperti disiplin, bijaksana, cermat,
mandiri, percaya diri, semuanya lebih menunjang penyempurnaan diri pribadi.
Meskipun hal-hal itu tidak langsung
berkaitan dengan orang lain, tetapi membantu dalam kerja sama dengan orang
lain.
Sikap
mental dan tingkah laku tersebut di atas harus selalu dikembangkan. Dalam pengembangannya
harus dijiwai oleh nilai-nilai yang luhur dan latihan mengungkapkan sikap
mental secara baik, terarah dan terpuji. Kesadaran dan penghayatan siswa
terhadap nilai yang menjadi landasan dan falsafah hidup bangsa Indonesia harus
ditanamkan secara berkesinambungan, sehingga sikap mental siswa menjadi
benar-benar memancarkan kebenaran, keluhuran, dan tanggung jawab. Penanaman
nilai dan sikap ini harus sudah dimulai sejak kecil (TK, SD), dan berkelanjutan
pada jenjang berikut/diatasnya.
Pada
jenjang SD, siswa harus diperkenalkan pada proses pengembangan pemahaman alasan-alasan
akan nilai-nilai yang diperkenalkan. Pada siswa kelas rendah, unsur-unsur
permainan dan penanaman nilai tidak boleh dilupakan. Sebab pada tahap ini,
siswa harus dikondisikan merasa senang dalam hidup bersama, bersosialisai, dan
mulai mengenal ilmu pengetahuan. Kegiatan yang dapat diperkenalkan antara lain:
mengunjungi musium, kebun binatang, tempat-tempat bersejarah, dan mengenal
lingkungan alam. Ilmu pengetahuan haruslah dicintai bukan ditakuti dan menjadi
ancaman bagi siswa.
Nilai-nilai
yang ditanamkan kepada siswa harus semakin diperdalam dengan cara memperkenalkan
mengapa nilai-nilai itu ditanamkan. Tahap demi tahap mulai dikembangkan unsur
pemahaman kepada diri siswa, nilai-nilai kejujuran, keadilan, kepahlawanan
harus sudah mulai diperkenalkan dan harus mendapat tekanan serta perhatian.
Ceritera dan dongeng dapat menjadi sarana yang baik untuk pengenalan dan
penanaman nilai-nilai tersebut.
Pada
kelas tinggi, harus ditambah porsi pemahamannya, kegiatan-kegiatannya harus
dipilih yang dapat membangun sikap tanggung jawab, keteraturan, kebersamaan
dalam kelompok yang saling membantu. Pemberian tugas baik yang bersifat
individu maupun kelompok, diskusi, dan tanya jawab merupakan metode yang cocok
untuk menanamkan nilai dan sikap dalam pengajaran IPS.
Pada
jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, nilai dan sikap yang ditanamkan harus
disampaikan dengan argumentasi yang rasional. Kegiatan-kegiatan yang dijalankan
harus diarahkan pada pembentukan sikap pribadi dalam kebersamaan yang dilandasi
dengan pemikiran matang dan mendalam. Pada jenjang ini ditanamkan tanggung
jawab sosial selain tanggung jawab pribadi dalam kegiatan kelompok yang
terarah. Penanaman nilai dan sikap dalam pengajaran IPS dapat ditempuh dengan
cara pemberian tugas, diskusi, dan tanya jawab.
Satu
hal yang tidak boleh dilupakan adalah nilai dan sikap yang telah tertanam sejak
SD harus semakin diperdalam sampai suatu keyakinan bahwa apa yang telah
diajarkan dan dilaksanakan adalah baik. Dengan demikian diharapkan nilai-nilai dan
sikap yang ditanamkan sudah menjadi suatu kebiasaan yang sudah diyakini
kebenarannya.
Pada
jenjang Sekolah Menengah Umum (SMU), porsi pengembangan nilai dan sikap lebih
kecil dibandingkan porsi pengembangan akademis. Ini bukan berarti nilai dan
sikap yang telah diperoleh melalui pengajaran IPS di SD dan SLTP ditinggalkan,
melainkan harus semakin dihayati dengan kesadaran dan pengertian yang mendalam.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam proses belajar mengajar harus semakin
mengembangkan pola pemikiran dan pendalaman nilai-nilai kehidupan.
Pada
jenjang Perguruan Tinggi, yang harus dikembangkan adalah aspek akademis secara
tuntas. Ini berarti bahwa penanaman nilai-nilai hidup dan pembentukan sikap
hidup diharapkan telah purna pada jenjang SMU. Pada jenjang ini harus
dikembangkan pendalaman secara ilmiah akan nilai-nilai hidup manusia dengan
pertanggungjawaban yang mendalam dan ilmiah.
Penanamam
nilai dan sikap kepada siswa itu penting, ungkapan ini senada dengan tujuan
pengajaran IPS yang selain mengembangkan pengetahuan juga mengembangkan
keterampilan, dan menanamkan nilai dan sikap kepada siswa. Leonard Kenworthy
dalam (Kosasih Djahiri dan Fatimah Ma’mun.1978/1979:107). mengemukakan
rumus sebagai berikut:
P (Pengetahuan) + S (Sikap) + K (Keterampilan) = B (Behavior = kelakuan)
P (Pengetahuan) + S (Sikap) + K (Keterampilan) = B (Behavior = kelakuan)
Hal
ini menggambarkan bahwa sikap lahir secara bersamaan dan satu sama lain tidak
dapat dipisah-pisahkan. Bila keempat aspek tersebut mampu kita ajarkan atau
kita bina kepada siswa maka sikap seseorang akan terlatih dan terbina pula. Namun
harus kita sadari bahwa tidak selamanya kita dapat mengajarkan keempat aspek
itu dalam pengajaran suatu konsep.
Hal
itu dapat diatasi dengan menggunakan teknik dan langkah tertentu, nilai-nilai sopan
santun, baik dan buruk, adil dan tidak adil dan sebagainya dapat ditanamkan
kepada siswa dengan cara menimbulkan kesadaran siswa sendiri dan melalui
cara-cara kritis rasional dalam proses belajar mengajar dan ditanamkan secara
bertahap.
Penanaman
nilai melalui drilling atau hafalan semata tidaklah tepat, sebab siswa menerima
suatu nilai hanya sebagai pengetahuan yang disimpannya dalam benaknya atau
berusaha kearah merubah sikap dengan secara terpaksa, semu atau pura-pura tanpa
keyakinan. Pengajaran nilai dan sikap hendaknya benar-benar mampu menyentuh
kesadaran nilai siswa itu sendiri dan tertanam melalui logika pembenaran yang
dapat diterima siswa itu, sehingga nilai-nilai tersebut menjadi milik dan
keyakinan yang tidak mudah berubah.
Pengajaran
IPS yang pada hakekatnya adalah pengajaran yang mensosialkan diri dan pribadi
siswa. Dengan demikian siswa dengan segala kepribadiannya atau sikapnya
hendaknya mampu meresapi (menghayati), mengadaptasi (menerima) dan
mempraktekkan nilai-nilai umum yang berlaku di masyarakat. Setiap konsep/topik/tema/pelajaran
IPS memiliki nilai-nilai tertentu yang oleh siswa perlu dikaji, diolah dan
ditelaah dan cocok dengan dirinya, diproses menjadi miliknya untuk kemudian
digunakan sebagai pola atau barometer perbuatannya dalam hidupnya. Kalau nilai
dan sikap tersebut memang dianggap baik untuk orang lain, maka dapat
dikomunikasikan dan disebarluaskan kepada orang lain dengan cara yang wajar.
DAFTAR
PUSTAKA
Hidayati, Mujinem,
Senen A. 2008. Pengembangan Pendidikan
IPS SD. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar