BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan di masyarakat, seseorang di tuntut untuk
beradaptasi dengan lingkungannya. Sebaik dan seburuk apapun lingkungan tempat
sesorang tinggal, harus mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Jika seseorang
tidak mampu beradaptasi dengan lingkungannya, maka akan menjadi suatu masalah
sosial bagi seseorang. Masalah itu akan mengakibatkan orang tersebut
disisihkan, dikucilkan dan bahkan dicaci selama tinggal dalam lingkungan
tersebut.
Masalah – masalah tersebut dikatakan sebagai masalah
sosial. Masalah sosial adalah suatu kesenjangan antara apa yang seharusnya
terjadi dengan apa yang terjadi sebenarnya di kehidupan masyarakat. Jadi apa
yang seharusnya terjadi di masyarakat, berbeda dengan apa yang terjadi
sebenarnya. Banyak hal yang menjadi faktor terjadinya suatu permasalahan
sosial. Dari permasalahan tersebut juga banyak terjadi dampak positif dan
dampak negatif. Untuk lebih memahami mengenai masalah sosial, akan dijelaskan
secar adetail pada pembahasan berikutnya.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud
dengan masalah sosial?
2.
Apa saja
faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinga suatu masalah sosial?
3.
Seperti apa masalah
sosial yang terjadi diperkotaan den pedesaan?
1.3 Tujuan Dan Manfaat
Tujuan
:
1.
Untuk mengetahui
pengertian masalah sosial
2.
Untuk memahami
faktor yang mengakibatkan terjadinya sebuah maslaah sosial
3.
Untuk mengetahui
masalah sosial yang muncul dalam masyarakat pedesaan dan perkotaan
Manfaat
:
1.
Dapat mengetahui
pengertian masalah sosial
2.
Dapat memahami
faktor yang mengakibatkan terjadinya sebuah masalah sosial
3.
Dapat mengetahui
masalah sosial yang muncul dalam masyarakat pedesaan dan sosial
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Masalah Sosial
Masalah
adalah kesenjangan antara apa yang seharusnya terjadi (das sollen) dengan apa
yang betul-betul terjadi (das sein). Apabila masalah tersebut terjadi
berlarut-larut, maka akan menjadi masalah sosial. Masalah sosial berkaitan
dengan nilai dan norma. Masalah sosial muncul karena ada kesenjangan antara
tata kelakuan yang seharusnya berlaku dengan keadaan yang senyatanya terjadi
dan berlawanan dengan hukum.
Menurut Soerjano Soekanto
masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan &
masyarakat yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi
bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan
sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok masyarakat.
Blumer
(1971) dan Thompson (1988) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan masalah sosial
adalah suatu kondisi yang dirumuskan atau dinyatakan oleh suatu entitas yang
berpengaruh yang mengancam nilai-nilai suatu masyarakat sehingga berdampak
kepada sebagian besar anggota masyarakat dan kondisi itu diharapkan dapat
diatasi melalui kegiatan bersama.
Dalam mengamati
masalah-masalah sosial, Stark (1975) membagi masalah sosial menjadi 3 macam
yaitu :
a. Konflik
dan kesenjangan, seperti : kemiskinan, kesenjangan, konflik antar kelompok,
pelecehan seksual dan masalah lingkungan.
b. Perilaku
menyimpang, seperti : kecanduan obat terlarang, gangguan mental, kejahatan,
kenakalan remaja dan kekerasan pergaulan.
c. Perkembangan
manusia, seperti : masalah keluarga, usia lanjut, kependudukan (seperti
urbanisasi) dan kesehatan seksual.
B.
Jenis-jenis
Masalah Sosial
Masalah-masalah
sosial yang hidup dalam masyarakat dapat diklasifikasikan kedalam beberapa hal,
yaitu:
1.
Masalah
Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan
penduduk adalah perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan
dalam jumlah individu pada sebuah populasi . Sebutan pertumbuhan
penduduk bisa ditujukan pada semua spesies, tapi selalu mengarah pada
manusia, dan sering digunakan secara informal untuk sebutan
demografi nilai pertumbuhan penduduk. Populasi
manusia adalah ancaman terbesar dari masalah lingkungan hidup di
Indonesia dan bahkan dunia. Kalau populasi bisa bertahan pada taraf yang ideal,
maka keseimbangan antara lingkungan dan regenerasi populasi dapat tercapai.
Tetapi kenyataannya adalah populasi bertumbuh lebih cepat dari kemampuan bumi
dan lingkungan kita untuk memperbaiki sumber daya yang ada sehingga pada
akhirnya kemampuan bumi akan terlampaui dan berimbas pada kualitas hidup
manusia yang rendah. Ketika pertumbuhan penduduk dapat melewati
kapasitas suatu wilayah atau lingkungan hasilnya berakhir dengan kelebihan
penduduk. Gangguan dalam populasi manusia dapat menyebabkan masalah seperti
polusi dan kemacetan lalu lintas, meskipun dapat ditutupi perubahan
teknologi dan ekonomi.
Dengan tingginya laju pertumbuhan populasi, maka jumlah kebutuhan makanan
pun meningkat padahal lahan yang ada sangat terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan
makanan, maka hutan pun mulai dibabat habis untuk menambah jumlah lahan
pertanian yang ujungnya juga makanan untuk manusia. Ini juga menyebabkan
beberapa masalah diantaranya tingkat kesadaran masyarakat untuk bersekolah yang
rendah, tingkat kesehatan rendah yang erat kaitannya dengan banyak timbul
penyakit serta menyebabkan kematian, pendapatan masyarakat yang rendah dan
banyak pengangguran.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk
diantaranya ialah :
a. Menggalakan program KB dan menunda masa
perkawinan, agar bisa mengurangi jumlah anak serta dapat menurunkan angka
kelahiran.
b.
Disamping itu, untuk Negara yang sudah
“terlanjur” tinggi pertumbuhan penduduknya dapat melakukan beberapa cara agar
dapat mengimbangi pertambahan jumlah penduduk seperti, menambahkan lapangan
pekerjaan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat agar dapat mengesampingkan
pola berpikir banyak anak banyak rezeki,
c.
Meningkatkan kesadaran tentang
pendidikan,
d. Mengurangi kepadatan penduduk dengan
progam transmigrasi dan mengurangi urbanisasi,
e. Meningkatkan produktivitas masyarakat
dengan cara menggiatkan usaha kerajinan rumah tangga/industrialisasi,
merangsang kemauan berwiraswasta.
2.
Masalah
Hukum dan Keadilan
Hukum memiliki peran yang penting
dalam mengatur ketertiban sebuah negara. Namun keberadaan hukum itu sendiri
tidak bisa sepenuhnya lepas dari masalah - masalah yang justru malah
mengaburkan fungsi pokok dari hukum itu sendiri. Begitu juga di Indonesia.
Hingga saat ini masih banyak sekali masalah hukum di Indonesia yang belum
terselesaikan.
Menurut
Roscoe Pound keadilan dikonsepkan sebagai hasil- hasil konkrit yang bisa di
berikan kepada masyarakat, bahwa hasil yang diperoleh itu hendaknya berupa
pemuasan kebutuhan manusia sebanyak-banyaknya dengan pengorbanan
sekecil-kecilnya. Dengan kata lain semakin meluas/ banyak pemuasan kebutuhan
manusia tersebut, maka akan semakin efektif menghindari pembenturan antara
manusia.
Menurut
Aristoteles dalam bukunya “Rhetorica” mengatakan bahwa tujuan dari hukum adalah
menghendaki keadilan semata- mata dan isi dari pada hukum ditentukan oleh
kesadaran etis mengenai apa yang di katakana adil dan apa yang dikatakan tidak
adil. Menurut teori ini hukum mempunyai tugas suci dan luhur ialah keadilan
dengan memberikan kepada tiap- tiap orang apa yang berhak ia terima serta
memerlukan peraturan tersendiri bagi tiap- tiap kasus.
Berikut ini adalah beberapa masalah
hukum di Indonesia:
a. Jual beli
putusan perkara : Masalah ini sering sekali terjadi di dunia hukum Indonesia.
Hakim, Jaksa, Pengacara adalah pihak - pihak yang paling sering terlibat dalam
masalah ini
b. Peranan
uang dan kekuasaan di dunia hokum : Uang
dan kekuasaan memegang peranan penting dalam dunia hukum. Tindakan KPK untuk
menangkap para koruptor tanpa pandang bulu termasuk para petinggi negeri ini
merupakan angin segar bagi dunia hukum Indonesia
c. Intervensi
politik : Tidak
bisa dipungkiri bahwa polotik memiliki peran yang penting dalam mengintervensi
keputusan hukum di Indonesia. Oleh karena itu, sudah selayaknya sebuah lembaga
hukum negara berdiri secara idependen tanpa bisa dipengaruhi oleh kepentingan -
kepentingan tertentu.
d. Pasal
'kadaluarsa' : Dikatakan kadaluarsa karena Indonesia masih meng'adopt'
produk hukum Belanda yang notabene dulu pernah menjajah Indonesia dalam kurun
waktu yang lama sehingga harus diakui bahwa terdapat beberapa pasal yang
dianggap sudah tidak bisa dilaksanakan lagi karena sudah tidak sesuai dengan
kondisi sekarang.
e. Mental
Para Penegak Hukum : Sebagai para penegak hukum,
seharusnya mereka bisa menjadi contoh bagi masyarakat umum. Bukan malah
bertingkah laku dan bermental 'suka-suka' sehingga mengakibatkan hukum menjadi
wilayah yang abu-abu bagi masyarakat
3.
Masalah
Perkotaan dan Pedesaan
Masyarakat adalah suatu kelompok manusia
yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma-norma adat yang sama-sama di taati
dalam lingkungannya.Tatanan kehidupan, norma-norma yang mereka miliki itulah
yang menjadi dasar kehidupan sosial dalam lingkungan mereka, sehingga dapat
membentuk suatu kelompok manusia yang memiliki cirri kehidupan yang khas.
Masyarakat itu timbul dalam setiap kumpulan individu, yang telah lama hidup dan
bekerja sama dalam waktu yang cukup lama.
a. Masyarakat Perkotaan
Masyarakat perkotaan sering disebut
juga urban community. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada
sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan
masyarakat pedesaan. Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat
kota, yaitu:
· Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan
kehidupan keagamaan di desa.
·
Orang-orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri
tanpa harus bergantung pada orang lain.
·
Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas
dan mempunyai batas-batas yang nyata.
·
Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga
lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga desa.
·
Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat
perkotaan.
·
Jalan kehidupan yang cepat dikota-kota, mengakibatka
pentingnya factor waktu bagi warga kota.
·
Perubahan-perubahan social tampak dengan nyata di kota-kota,
sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar.
Masalah-masalah yang sering dijumpai
pada masyarakat perkotaan antara lain yaitu :
1) Banjir : Penyebab banjir di DKI Jakarta,
secara umum terjadi karena dua faktor utama yakni faktor alam dan faktor
manusia. Penyebab banjir dari faktor alam antara lain karena lebih dari 40%
kawasan di DKI Jakarta berada di bawah muka air laut pasang. Sehingga
Jakarta Utara akan menjadi sangat rentan terhadap banjir saat ini. Berbagai
faktor penyebab memburuknya kondisi banjir Jakarta saat itu ialah pertumbuhan
permukiman yang tak terkendali disepanjang bantaran sungai, sedimentasi berat
serta tidak berfungsinya kanal-kanal dan sistem drainase yang memadai. Kondisi
ini diperparah oleh kecilnya kapasitas tampung sungai saat ini dibanding
limpasan (debit) air yang masuk ke Jakarta. Kapasitas sungai dan saluran
makro ini disebabkan karena konversi badan air untuk perumahan, sedimentasi dan
pembuangan sampah secara sembarangan.
2) Urbanisasi : Berdasarkan survei penduduk antar
sensus (Supas) 1995, tingkat urbanisasi di Indonesia padatahun 1995 adalah
35,91 persen yang berarti bahwa 35,91 persen penduduk Indonesia tinggal
didaerah perkotaan. Tingkat ini telah meningkat dari sekitar 22,4 persen pada
tahun 1980 yanglalu. Sebaliknya proporsi penduduk yang tinggal di daerah
pedesaan menurun dari 77,6 persen pada tahun 1980 menjadi 64,09 persen
pada tahun 1995.Meningkatnya kepadatan penduduk perkotaan membawa dampak yang
sangat besar kepadatingkat kenyamanan yang tinggi. Kota seperti Jakarta
misalnya tidak dirancang untuk melayanimobilitas penduduk lebih dari 10 juta
orang. Dengan jumlah penduduk lebih dari 8 juta penduduk saat ini,
ditambah dengan 4-6 juta penduduk yang melaju dari berbagai kota
sekitar Jakarta, menjadikan Jakarta sangatlah sesak.
3) Kriminalitas : Kejahatan atau kriminalitas di
kota-kota besar sudah menjadi permasalahan sosial yang membuat semua warga yang
tinggal atau menetap menjadi resah, karena tingkat kriminalitas yang terus
meningkat setiap tahunnya.faktor penyebab Tingkat pengangguran yang tinggi ,
Kurangnya lapangan pekerjaan membuat tingkat kriminal juga meningkat karena
kurangnya lapangan pekerjaan danKemiskinan yang dialami oleh rakyat kecil
kadang membuat mereka berfikir untuk melakukan tindakan kriminalitas.
4) Meningkatnya Kemacetan : Pertumbuhan jumlah kendaraan sebagai
akibat pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya pendapatan penduduk, membawa
implikasi lain bagi perkotaan. Masalah kemacetan lalu lintas merupakan masalah
yang tidak mudah dipecahkan oleh para pengambil kebijakan perkotaan. Terbatasnya wilayah untuk memperluas jaringan jalan, merupakan kendala terbesar
sehingga penambahan ruas jalan yang dilakukan pemerintah tak dapat mengimbangi
laju pertambahan penduduk. Akibatnya persoalan kemacetan lalu lintas ini
semakin lama semakin menjadi. Persoalannya semakin pelik, ketika pemerintah
tidak mampu menyediakan sarana transportasi umum dan massal yang memadai,
sehingga masyarakat lebih nyaman menggunakan kendaraan pribadi dan akhirnya
menjadikan masalah kemacetan ini makin menjadi. Di lain pihak pembangunan kota-kota
satelit di sekitar Jakarta, tak mampu memecahkan masalah ini, karena para
penduduk kota satelit ini justru masih mencari penghidupan di Jakarta.
Akibatnya pembangunan kota-kota ini justru hanya memperluas sebaran
daerah-daerah pusat kemacetan lalu lintas.
5) Disparitas Pendapatan Antarpenduduk Perkotaan : Perbedaan tingkat kemampuan,
pendidikan dan akses terhadap sumber-sumber ekonomi menjadikan persoalan
perbedaan pendapatan antarpenduduk di perkotaan semakin besar. Di satu pihak,
sebagian kecil dari penduduk perkotaan menguasai sebagian besar sumber
perekonomian. Sementara di sisi lain, sebagian besar penduduk justru hanya
mendapatkan sebagian kecil sumber perekonomian. Akibatnya, terdapat kesenjangan
pendapatan yang semakin lama semakin besar. Sebagai bagian dari mekanisme pasar,
kondisi ini sebenarnya sah-sah saja dan sangat wajar terjadi. Persoalannya,
ternyata dan praktiknya disparitas pendapatan ini menimbulkan persoalan sosial
yang tidak ringan. Terjadinya kecemburuan sosial yang bermuara pada kerusuhan
massal, kerap terjadi karena persoalan ini. Dalam skala yang lebih kecil,
meningkatnya kriminalitas di perkotaan, merupakan implikasi tidak meratanya
kemampuan dan kesempatan untuk menikmati pertumbuhan perekonomian di perkotaan.
6) Meningkatnya Sektor Informal : Kesenjangan antara kemampuan
menyediakan sarana penghidupan dengan permintaan terhadap lapangan kerja,
memacu tumbuhnya sektor informal perkotaan. Pada saat krisis ekonomi terjadi
jumlah penduduk perkotaan yang bekerja di sektor informal ini semakin besar. Di
satu sisi tumbuhnya sektor informal ini merupakan katup pengaman bagi krisis
ekonomi yang melanda sebagian besar Bangsa Indonesia. Namun, pada gilirannya
peningkatan aktivitas sektor informal, terutama yang berada di perkotaan dan
menyita sebagian ruang publik perkotaan, menimbulkan masalah baru terutama
menyangkut aspek kenyamanan dan ketertiban yang juga menjadi hak publik bagi
warga perkotaan yang lain.
b. Masyarakat
Pedesaan
Masyarakat pedesaan selalu memiliki ciri-ciri atau dalam
hidup bermasyarakat, yang biasanya tampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada
situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat digeneralisasikan
pada kehidupan masyarakat desa di Jawa. Namun demikian, dengan adanya perubahan
sosial religius dan perkembangan era informasi dan teknologi, terkadang
sebagian karakteristik tersebut sudah “tidak berlaku”.
Menurut Paul H. Landis desa adalah pendudunya kurang dari
2.500 jiwa. Dengan ciri ciri sebagai berikut :
·
Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara
ribuan jiwa
·
Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap
kebiasaan
·
Cara berusaha (ekonomi)adalah agraris yang paling umum yang
sangat dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam ,kekayaan alam, sedangkan
pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.
Masalah-masalah yang sering dijumpai
pada masyarakat pedesaan antara lain yaitu :
1)
Pendidikan : Pada dasarnya, pendidikan yang baik
itu haruslah mampu menciptakan proses belajar mengajar yang efektif dan
bermanfaat serta menjadikan masyarakat pedesaan lebih terbuka dan akses
terhadap pendidikan. Seiring perkembangan zaman, pengertian pendidikan pun mengalami
perkembangan. Sehingga, pengertian pendidikan menurut beberapa ahli
(pendidikan) berbeda, tetapi secara esenssial terdapat kesatuan unsur-unsur
atau faktor-faktor yang terdapat di dalamnya, yaitu bahwa pendidikan
menunjukkan suatu proses bimbingan, tuntunan atau pimpinan yang didalamnya
mengandung unsur-unsur seperti pendidik, anak didik, tujuan dan lainnya.Umumnya
masyarakat pedesaan kurang begitu sadar akan pentingnya pendidikan, Mereka
lebih memilih mengajak anak-anak mereka berkebun atau bertani, ketimbang
menyekolahkan mereka. Alhasil banyak dari masyarakat pedesaan yang buta tulis
dan hitung. Oleh karena itu taraf hidup masyarakat pedesaan relative. Salah
satu kendala yang telah disadari oleh pemerintah dalam bidang pendidikan di
tanah air adalah kesenjangan dan ketidakadilan dalam mengakses terutama
pendidikan. Hal ini yang menyebabkan kesadaran masyarakat di desa sangat kurang
dan tidak antusias serta memahami akan pentingnya pendidikan. Manfaat pendidikan bagi masyarakat
pedesaan sebagai instrumen pembebas, yakni membebaskan masyarakat pedesaan dari
belenggu kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, dan penindasan. Selain itu,
pendidikan yang baik seharusnya berfungsi pula sebagai sarana pemberdayaan
individu dan masyarakat desa khususnya guna menghadapi masa depan. Pendidikan
difokuskan melalui sekolah, pesantren, kursus-kursus yang didirikan di pedesaan
yang masyarakatnya masih ‘buta’ akan ilmu. Masyarakat pedesaan yang
terberdayakan sebagai hasil pendidikan yang baik dapat memiliki nilai tambah
dalam kehidupan yang tidak dimiliki oleh masyarakat yang tidak mengenyam
pendidikan sama sekali. Sehingga jelas, peranan pendidikan sebagai kebutuhan
pokok yang mendasar dan haruslah terpenuhi bagi masyarakat pedesaan dalam
manfaat lainnya untuk meningkatkan taraf hidup dan kesajahteraan hidup yang
berkelanjutan.
2) Tingginya angka kemiskinan : Dalam upaya percepatan pembangunan
di segala bidang masih terdapat beberapa kendala,antara lain masih tingginya
angka penduduk miskin, walaupun selama empat tahun terakhir jumlah penduduk
miskin mengalami penurunan sekitar 19,51% dari jumlah
penduduk miskin tahun 2001 yaitu sebanyak 164.125 jiwa. Dari penurunan jumlah penduduk miskin tersebut sampai pada tahun 2005 jumlah penduduk miskin masih sebanyak 132.125 jiwa atau 24,28 %.
penduduk miskin tahun 2001 yaitu sebanyak 164.125 jiwa. Dari penurunan jumlah penduduk miskin tersebut sampai pada tahun 2005 jumlah penduduk miskin masih sebanyak 132.125 jiwa atau 24,28 %.
3) Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia : Peningkatan
layanan pendidikan sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan kompetensi anak
didik. Output layanan pendidikan dengan pendekatan Indek Pembangunan
Manusia (IPM) masih menunjukkan kondisi yang jauh dari harapan. Indek
Pembangunan Manusia komponen pendidikan tahun 2004 menunjukkan angka 6,18 tahun
atau masih lebih rendah dari rata-rata IPM Jawa Timur dengan capai 6,55. Namun
bila dibandingkandengan IPM tahun 2003 terdapat kenaikan 0,13. Demikian pula
segi kesehatan masih banyak yang perlu mendapatkan perhatian, khususnya angka
kematian ibu dan anak dan kesakitan malaria masih relatif tingginya.
4) Masalah
Kemiskinan dan Modernisasi : Kemiskinan yang dapat
didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya
satu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau golongan orang dibandingkan
dengan standar kehidupan yang umum berlaku di masyarakat yang bersangkutan
(Suparlan, 1984). Masalah
kemiskinan bisa dipandang secara relatif oleh masing-masing orang, hal ini
tergantung pada taraf kehidupan masyarakat setempat. Bagi masyarakat yang
sederhana kemiskinan itu dipandang karena mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan
primernya seperti sandang, pangan, dan papan. Jadi secara umum kemiskinan dapat
diartikan sebagai suatu keadaan di mana anggota masyarakat tidak sanggup
memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok, dan juga
tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua yaitu, miskin budaya dan budaya miskin.
Miskin budaya adalah miskin pengetahuan atau miskin kreativitas, dengan
keterbatasan kemampuannya maka seseorang tidak mampu melakukan sesuatu yang
lebih baik, sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan pokoknya atau kebutuhan
primernya. Adapun budaya miskin adalah budaya malas, orang yang etos kerjanya
sangat rendah meskipun mereka mempunyai kemampuan, pengetahuan yang memadai dan
juga memiliki daya kreatifitas.Kemiskinan di sekitar kita telah menjadi bagian
dari masyarakat kita sehingga setiap individu akhirnya merasa nyaman dengan
hidupnya meskipun bila dilihat secara kasat mata, justru kehidupan mereka di
pandang tidak layak, dan kemiskinan itu terbentuk dengan eksploitasi kelas
sosial di atasnya. Perdebatan yang panjang pada saat ini menjadi sangat
kontroversial dan penuh polemik yang berkepanjangan. Perdebatan antara penganut
teori modernisasi terhadap masalah kemiskinan ini masih belum usai. Secara
sosiologis kemiskinan tidak saja berasal dari kelemahan diri sebagai mana di
pahami oleh penganut teori modernisasi tetapi juga tidak bisa terhindar dari
sebuah bentukan sosial yang merancang ketidakmampuan baik individu maupun
masyarakat untuk melakukan perubahan dalam dirinya. Modernisasi yang pada awalnya bertujuan
meningkatkan kesejahteraan masyrakat menjadi terbalik. Modernisassi justru
menjadi penyebab munculnya kemiskinan struktural. Artinya, masyarakat yang
miskin dengan kualitas yang sangat rendah harus bersing dengan orang-orang kaya,
berpendidikan tinggi, memiliki akses ke segala bidang dalam memeperebutkan
kehidupan. Namun, yang terjadi adalah pembunuhan secara perlahan terhadap masyarakat
miskin dengan memepertahankan proses modernisasi yang jelas-jelas semakin
menyengsarakan masyarakat. Upaya
pemerintah dalam mengurangi angka kemiskinan yaitu usaha individu harus lebih
ditingkatkan lagi, agar mereka bisa membuka lapangan pekerjaan sendiri, bantuan secara materi, seperti
penyedekahan yang dilakukan oleh Badan Amal harus lebih ditingkatkan lagi, program BLT (Bantuan Langsung Tunai)
yang dilakukan pemerintah harus lebih ditingkatkan lagi, dan pembangunan individu, yang lebih
ditekankan pada keahlian dan keterampilan individu.
5) Masalah
Patologi Sosial : Patologi sosial adalah suatu
gejala dimana tidak ada persesuaian antara berbagai unsur dari suatu
keseluruhan sehingga dapat membahayakan kehidupan kelompok atau yang merintangi
pemuasan keinginan fundamental dari anggota-anggotanya, akibatnya pengikatan
sosial patah sama sekali (Koe Soe Khiam, 1963). Blackmar dan Billin
(1923) menyatakan bahwa, patologi sosial diartikan sebagai kegagalan
individu menyesuaikan diri terhadap kehidupan sosial dan ketidakmampuan
struktur dan institusi sosial melakukan sesuatu bagi perkembangan kepribadian. Patologi berasal dari
kata pathos yang artinya penderitaan atau penyakit dan logos yang artinya ilmu. Jadi Patologi sosial
adalah ilmu tentang gejala-gejala sosial
yang dianggap “sakit”, disebabkan oleh faktor-faktor sosial. Berbagai macam pendapat
dari para ahli tentang masalah-masalah sosial yang pada intinya mengacu pada
penyimpangan dari berbagai bentuk tingkah laku yang mana dianggap sebagai
sesuatu yang tidak normal dalam masyarakat. Dari berbagai pendapat para ahli
dapat disimpulkan bahwa “patologi sosial” sebagai semua tingkah laku
yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan,
moral, hak milik, solidaritas kekeluargaan, hidup rukun bertetangga, disiplin,
kebaikan dan hukum formal. Penyakit
masyarakat yang sering muncul antara lain yaitu kenakalan remaja seperti
mencuri, mabuk-mabukan dan berkelahi. Hal-hal tersebut biasanya banyak
dilakukan oleh anak-anak muda yang tidak sekolah dan hanya menjadi pengangguran
di rumah saja. Pada
dasarnya permasalahan penyakit masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain 1) Faktor
Keluarga : Keluarga merupakan
cermin utama bagi seorang anak. Faktor keluarga disini meliputi bagaimana orang
tua dalam mendidik seorang anak, perhatian orang tua terhadap anak, interaksi
orang tua dengan anak, keadaan ekonomi keluarga serta kepedulian orang tua
terhadap anak tersebut. Disini orang tua sangat berperan penting dalam mendidik
seorang anak untuk menjadikan anak tumbuh dengan baik dan tidak terjerumus ke
dalam penyaki-penyakit masyarakat. Oleh karena itu sangat dianjurkan kepada
semua orang tua untuk mendidik anak-anaknya dengan baik dengan memberikan
perhatian yang penuh terhadap anak.
2) Faktor Lingkungan :
Lingkungan merupakan faktor kedua yang berpengaruh
terhadap munculnya penyakit-penyakit masyarakat. Misalnya seseorang yang berada
di lingkungan yang tidak baik seperti lingkungan orang-orang pemabuk, suka main
judi dan senang berkelahi, maka seseorang tersebut cepat atau lambat akan mudah
terjerumus ke dalam kumpulan orang-orang tidak baik itu. Norma-norma
(aturan-aturan) yang tidak ditegakkan di dalam masyarakat juga ikut menyumbang
akan munculnya penyakit-penyakit sosial.
2) Faktor Pendidikan :
Pendidikan merupakan modal utama yang sangat
diperlukan bagi seseorang untuk menjalankan hidupnya dengan baik. Baik itu
pendidikan formal (pendidikan di sekolah) maupun non formal (pendidikan dalam
keluarga, lingkungan masyarakat dan pergaulan). Dengan pendidikan seseorang
mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, mengetahui mana yang harus
dilakukan dan mana yang tidah seharusnya dilakukan. Sehingga dengan pendidikan
yang baik seseorang tidak akan terjerumus ke dalam permasalahan
penyakit-penyakit masyarakat. Kenakalan
remaja seperti perkelahian, pencurian dan mabuk-mabukan biasanya dilakukan oleh
anak-anak yang kurang mendapat perhatian dari orang tua (latar belakang orang
tua yang kurang baik), terpengaruh oleh lingkungan yang buruk dan kurangnya
pendidikan yang mereka miliki. Banyaknya anak-anak yang tidak melanjutkan sekolah
(hanya lulus SD/SMP), tidak bekerja dan ditinggal oleh orang tua di daerah
saya, memberikan penyataan bahwa sebagian besar remaja telah terjerumus ke
dalam penyakit-penyakit masyarakat. Ada beberapa upaya dalam penanganan
penyakit masyarakat, diantaranya yaitu dengan
menegakkan hukum yang berlaku secara tegas
serta memberikan pengajaran dan pemahaman
nilai-nilai agama terhadap masyarakat serta mensosialisasikan kepada mesyarakat
akan pentingnya pendidikan dengan membuka SMP terbuka khusus untuk orang-orang
(tua ataupun muda) yang dulu tidak melanjutkan pendidikannya.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayati,
dkk. 2008. Pengembangan Pendidikan IPS SD.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar