BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Masalah
pokok yang sering dihadapi oleh guru, baik guru pemula maupun yang sudah
berpengalaman adalah masalah pengelolaan kelas / manajemen kelas. Dengan
demikian pengelolaan kelas yang efektif adalah syarat bagi pengajaran yang
efektif. Pengelolaan kelas/ manajemen kelas adalah suatu usaha yang dengan
sengaja dilakukan guna mencapai tujuan pengajaran. Kesimpulan sederhananya
adalah pengelolaan kelas merupakan kegiatan pengaturan kelas untuk kepentingan
pengajaran. Dalam konteks yang demikian itulah pengelolaan kelas penting untuk diketahui oleh
siapapun juga yang menerjunkan dirinya kedalam dunia pendidikan.
Namun dalam pelaksanaanya masih banyak permasalahan yang menghambat
pelaksanaan manajemen kelas sehingga manajemen kelas tidak bisa terlaksana
dengan baik. Permasalahan ini meliputi dua jenis , yaitu yang menyangkut
pengajaran dan yang menyangkut pengelolaan kelas.Guru-guru harus mampu
membedakan kedua permasalahan itu dan menemukan pemecahannya secara tepat.
Karena sering terjadi guru-guru menangani masalah yang bersifat pengajaran
dengan pemecahan yang bersifat pengelolaan dan sebaliknya sehingga penyelesaian
masalahnya kurang tepat.
1.2Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah masalah-masalah dalam
Manajemen Kelas dan pembelajaran di SD?
2. Bagaimanakah
solusi untuk mengatasi masalah – masalah yang ada manajemen kelas dan
pembelajaran tersebut?
1.3
Tujuan
1. Untuk mengetahui masalah – masalah
dalam manajemen kelas dan pembelajaran di SD
2. Untuk mengetahui cara mengatasi
masalah yang ada dalam manajemen kelas dan pembelajaran di SD tersebut
1.4 Manfaat
Penyusunan paper ini bermanfaat
supaya setiap guru dapat memperhatikan pengelolaan manajemen kelas dan
pembelajaran dalam kelas agar masalah-masalah dalam manajemen kelas dapat
teratasi dan kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian manajemen kelas
Manajemen adalah kata yang berasal dari
bahasa Inggris, yaitu “management”, yang berarti ketatalaksanaan, tata
pimpinan, pengelolaan. Manajemen atau pengelolaan dalam pengertian umum menurut
Suharsimi Arikunto (1990;2) adalah pengadministrasian, pengaturan atau penataan
suatu kegiatan. Sedangkan kelas menurut Oemar Hamalik (1987:311) adalah suatu
kelompok orang yang melakukan kegiatan belajar bersama, yang mendapat
pengajaran dari guru.
Sehingga dalam pengertian umum manajemen
kelas merupakan berbagai jenis kegiatan yang dengan sengaja dilakukan oleh guru
dengan tujuan menciptakan kondisi optimal bagi terjadinya proses belajar
mengajar di kelas. Manajemen kelas sangat berkaitan dengan upaya-upaya untuk
menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar
(penghentian perilaku peserta didik yang menyelewengkan perhatian kelas,
pemberian ganjaran, penyelesaian tugas oleh peserta didik secara tepat waktu,
penetapan norma kelompok yang produktif, di dalamnya mencakup pengaturan orang
(peserta didik) dan fasilitas yang ada.
Kegiatan guru didalam kelas meliputi dua hal pokok, yaitu mengajar dan
mengelola kelas.Kegiatan mengajar dimaksudkan secara langsung menggiatkan siswa
mencapai tujuan-tujuan seperti menelaah kebutuhan-kebutuhan siswa, menyusun
rencana pelajaran, menyajikan bahan pelajaran kepada siswa, mengajukan
pertanyaan kepada siswa, menilai kemajuan siswa adalah contoh-contoh kegiatan
mengajar.Kegiatan mengelola kelas bermaksud menciptakan dan mempertahankan
suasana (kondisi) kelas agar kegiatan mengajar itu dapat berlangsung secara
efektif dan efisien.Memberi ganjaran dengan segera, mengembangkan hubungan yang
baik antara guru dan siswa, mengembangkan aturan permainan dalam kegiatan
kelompok adalah contoh-contoh kegiatan mengelola kelas.Dalam kenyataan
sehari-hari kedua jenis kegiatan itu menyatu dalam kegiatan atau tingkah laku
guru sehingga sukar dibedakan.Namun demikian, pembedaan seperti itu sangat
perlu, terutama apabila kita ingin menanggulangi secara tepat permasalahan yang
berkaitan dengan kelas.
Peran seorang guru pada pengelolaan kelas sangat penting khususnya dalam
menciptakan suasana pembelajaran yang menarik.Itu karena secara prinsip, guru
memegang dua tugas sekaligus masalah pokok, yakni pengajaran dan pengelolaan
kelas.Tugas sekaligus masalah pertama, yakni pengajaran, dimaksudkan segala
usaha membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Sebaliknya, masalah
pengelolaan berkaitan dengan usaha untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi
sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif
dan efisien.
2.2
Tujuan dan prinsip dalam manajemen kelas
Tujuan manajemen kelas pada
hakikatnya telah terkandung dalam tujuan pendidikan. Secara umum pengelolaan
kelas adalah penyedian fasilitas bagi bermacam macam kegiatan belajar siswa
dalam lingkungan sosial, emosional, dan intelektual dalam kelas. Fasilitas yang
demikian itu memungkinkan siwa belajar dan bekerja, terciptanya suasana sosial
yang memberikan kepuasan, suasana disiplin, perkembangan intelektual, emosional
dan sikap serta apresiasi pada siswa. (Sudirman N, 1991, 311). Suharsimi
Arikunto (1988 : 68) berpendapat bahwa tujuan pengelolaan kelas adalah agar setiap
anak di kelas dapat bekerja dengan tertib sehingga tercapai tujuan pengajaran
secara efektif dan efisien.
Terkait dari penjelasan diatas dalam
hal pengelolaan kelas dapat pula ditinjau dari segi interaksi komunikatif.
Artinya seorang guru dituntut mampu mengatur segala kondisi apapun yang terjadi
didalam kelas saat pebelajaran berlangsung agar terciptanya komunikasi dua arah
yaitu antara guru dengan murid, murid dengan guru sehingga proses
belajar-mengajar dapat berlangsung dengan baik. Hal ini bertujuan untuk
memudahkan sekaligus meringankan tugas guru atau wali kelas.
Untuk memperkecil masalah
gangguan dalam kelas, prinsip-prinsip pengelolaan kelas dapat dipergunakan.
Sehingga guru harus mengetahui dan menguasai prinsi-prinsip pengelolaan kelas,
yang diuraikan berikut ini:
1. Hangat dan Antusias : Hangat dan antusias diperlukan
dalam proses belajar mengajar.guru yang hangat dan akrab dengan anak didik
selalu menunjukkan antusias pada tugasnya atau pada aktivitasnya akan berhasil
dalam mengimplementasikan pengelolaan kelas.
2. Tantangan : Penggunaan kata-kata, tindakan, cara
kerja atau bahan-bahan yang menantang akan meningkatkan gairah anak didik untuk
belajar sehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang.
3. Bervariasi : Penggunaan alat atau media atau alat
bantu,gaya mengajar guru, pola interaksi antara guru dan anak didik mengurangi
munculnya gangguan, kevariasian dalam penggunaan media merupakan kunci untuk
tercapainya pengelolaan kelas yang efektif.
4. Keluesan : Keluesan tingkah laku guru untuk mengubah
strategi mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan anak didik
serta menciptakan iklim belajar mengajar yang efektif.
5. Penekanan pada hal-hal yang positif : Pada dasarnya,
dalam mengajar dan mendidik, guru harus menekankan pada hal-hal yang positif,
dan menghindari pemusatan perhatian anak didik pada hal-hal yang negatif.
Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian penguatan yang positif, dan
kesadaran guru untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya
proses belajar mengajar.
6. Penanaman disiplin diri : Tujuan akhir dari
pengelolaan kelas adalah anak didik dapat mengembangkan disiplin diri sendiri.
Karena itu,guru sebaiknya selalu mendorong anak didik untuk melaksanakan
disiplin diri sendiri dan guru sendiri hendaknya menjadi teladan mengenai
pengendalian diri dan pelaksanaan tanggung jawab. Jadi, guru harus disiplin
dalam segala hal bila ingin anak didiknya iku disiplin berdisiplin dalam segala
hal.
2.3
Permasalahan dalam manajemen kelas
Ada dua jenis masalah pengelolaan kelas, yaitu yang bersifat perorangan
atau individual dan yang bersifat kelompok. Disadari bahwa masalah perorangan
atau individual dan masalah kelompok seringkali menyatu dan amat sukar
dipisahkan yang satu dari yang lain. Namun demikian, pembedaan antara kedua
jenis masalah itu akan bermanfaat, terutama apabila guru ingin mengenali dan
menangani permasalahan yang ada dalam kelas yang menjadi tanggungjawabnya.
Masalah pengelolaan kelas tersebut, yaitu :
1) Masalah
Individual :
Penggolongan
masalah individual ini didasarkan atas anggapan dasar bahwa tingkah laku
manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan.Setiap individu memiliki
kebutuhan dasar untuk memiliki dan untuk merasa dirinya berguna. Jika seorang
individu gagal mengembangkan rasa memiliki dan rasa dirinya berharga maka dia
akan bertingkah laku menyimpang. Ada empat jenis penyimpangan tingkah laku,
yaitu tingkah laku menarik perhatian orang lain,mencari kekuasaan, menuntut
balas dan memperlihatkan ketidakmampuan.Keempat tingkah laku ini diurutkan
makin lama makin berat. Misalnya, seorang anak yang gagal menarik perhatian
orang lain boleh jadi menjadi anak yang mengejar kekuasaan.
·
Attention getting behaviors (pola
perilaku mencari perhatian)
: Seorang siswa yang gagal menemukan kedudukan dirinya secara wajar dalam
suasana hubungan sosial yang saling menerima biasanya (secara aktif ataupun
pasif) bertingkah laku mencari perhatian orang lain. Tingkah laku destruktif
pencari perhatian yang aktif dapat dijumpai pada anak-anak yang suka pamer,
melawak(memperolok), membuat onar, memperlihatkan kenakalan, terus menerus
bertanya; singkatnya, tukang rewel. Tingkah laku destruktif pencari perhatian
yang pasif dapat dijumpai pada anak-anak yang malas atau anak-anak yang terus
meminta bantuan orang lain.
·
Powerseeking behaviors (pola
perilaku menunjukkan kekuatan/kekuasaan) : Tingkah laku mencari kekuasaan sama
dengan perhatian yang destruktif, tetapi lebih mendalam. Pencari kekuasaan yang
aktif suka mendekat, berbohong, menampilkan adanya pertentangan pendapat, tidak
mau melakukan yang diperintahkan orang lain dan menunjukkan sikap tidak patuh
secara terbuka. Pencari kekuasaan yang pasif tampak pada anak-anak yang amat
menonjolkan kemalasannya sehingga tidak melakukan apa-apa sama sekali.
Anak-anak ini amat pelupa, keras kepala, dan secara pasif memperlihatkan
ketidakpatuhan.
·
Revenge seeking behaviors (pola
perilaku menunjukkan balas dendam) : Siswa yang menuntut balas mengalami
frustasi yang amat dalam dan tidak menyadari bahwa dia sebenarnya mencari
sukses dengan jalan menyakiti orang lain. Keganasan, penyerangan secara fisik
(mencakar, menggigit, menendang) terhadap sesama siswa, petugas atau pengusaha,
ataupun terhadap binatang sering dilakukan anak-anak ini. Anak-anak seperti ini
akan merasa sakit kalau dikalahkan, dan mereka bukan pemain-pemain yang baik
(misalnya dalam pertandingan). Anak-anak yang suka menuntut balas ini biasanya
lebih suka bertindak secara aktif daripada pasif.Anak-anak penuntut balas yang
aktif sering dikenal sebagai anak-anak yang ganas dan kejam, sedang yang pasif
dikenal sebagai anak-anak pencemberut dan tidak patuh (suka menetang).
· Helplessness (peragaan
ketidakmampuan)
: Siswa yang
memperlihatkan ketidakmampuan pada dasarnya merasa amat tidak mampu berusaha
mencari sesuatu yang dikehendakinya (yaitu rasa memiliki) yang bersikap
menyerah terhadap tantangan yang menghadangnya; bahkan siswa ini menganggap bahwa
yang ada dihadapannya hanyalah kegagalan yang terus menerus.Perasaan tanpa
harapan dan tidak tertolong lagi ini biasanya diikuti dengan tingkah laku
mengundurkan atau memencilkan diri.Sikap yang memperlihatkan ketidakmampuan ini
selalu berbentuk pasif.
Keempat masalah individual tersebut
akan tampak dalam berbagai bentuk tindakan atau perilaku menyimpang, yang tidak
hanya akan merugikan dirinya sendiri tetapi juga dapat merugikan orang lain
atau kelompok. Ada empat teknik sederhana untuk mengenali adanya
masalah-masalah individu seperti diuraikan diatas pada diri para siswa. Diantaranya yaitu :
a.
Jika guru merasa terganggu (atau
bosan) dengan tingkah laku seorang siswa, hal itu merupakan tanda bahwa siswa
yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari perhatian.
b.
Jika guru merasa terancam (atau
merasa dikalahkan), hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan
mungkin mengalami masalah mencari kekuasaan.
c. Jika guru merasa amat disakiti, hal
itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah
menuntut balas.
d.
Jika guru merasa tidak mampu
menolong lagi, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin
mengalami masalah ketidakmampuan. Ditekankan, guru hendaknya benar-benar mampu
mengenali dan memahami secara tepat arah tingkah laku siswa-siswa yang dimaksud
(apakah tingkah laku siswa itu mengarah ke mencari perhatian, mencari
kekuasaan, menuntut balas, atau memperlihatkan ketidakcampuran) agar guru itu
mampu menangani masalah siswa secara tepat pula.
2) Masalah
Kelompok
Ada tujuh masalah kelompok dalam kaitannya dengan
pengelolaan kelas:
a. Kurangnya
kekompakan : Kurangnya
kekompakan kelompok ditandai dengan adanya kekurang-cocokkan (konflik) diantara
para anggota kelompok.Konflik antara siswa-siswa dari kelompok yang berjenis
kelamin atau bersuku berbeda termasuk kedalam kategori kekurang-kompakan ini.
Dapat dibayangkan bahwa kelas yang siswa-siswa tidak kompak akan beriklim tidak
sehat yang diwarnai oleh adanya konflik, ketegangan dan kekerasan. Siswa-siswa
di kelas seperti ini akan merasa tidak senang dengan kelompok kelasnya sehingga
mereka tidak merasa tertarik dengan kelas yang mereka duduki itu. Para siswa
tidak saling bantu membantu.
b. Kesulitan mengikuti
peraturan kelompok
: Jika suasana kelas menunjukkan bahwa siswa-siswa tidak mematuhi
aturan-aturan kelas yang telah ditetapkan, maka masalah yang kedua muncul,
yaitu kekurang-mampuan mengikuti peraturan kelompok.Contoh-contoh masalah ini
ialah berisik; bertingkah laku mengganggu padahal pada waktu itu semua siswa
diminta tenang; berbicara keras-keras atau mengganggu kawan padahal waktu itu
semua siswa diminta tenang bekerja di tempat duduknya masing-masing;
dorong-mendorong atau menyela waktu antri di kafetaria dan lain-lain.
c. Reaksi negatif
terhadap sesama anggota kelompok : Reaksi negatif terhadap anggota
kelompok terjadi apabila ekspresi yang bersifat kasar yang dilontarkan terhadap
anggota kelompok yang tidak diterima oleh kelompok itu, anggota kelompok yang
menyimpang dari aturan kelompok atau anggota kelompok yang menghambat kegiatan
kelompok.Anggota kelompok dianggap “menyimpang” ini kemudian “dipaksa” oleh
kelompok itu untuk mengikuti kemauan kelompok.
d. Penerimaan
kelas (kelompok) atas tingkah laku yang menyimpang : Penerimaan
kelompok (kelas) atas tingkah laku yang menyimpang terjadi apabila kelompok itu
mendorong timbulnya dan mendukung anggota kelompok yang bertingkah laku
menyimpang dari norma-norma sosial pada umumnya. Contoh yang
amat umum ialah perbuatan memperolok-olokan, misalnya membuat gambar-gambar
yang “lucu” tentang guru.Jika hal ini terjadi maka masalah kelompok dan masalah
perorangan telah berkembang dan masalah kelompok kelihatannya lebih perlu
mendapat perhatian.
e. Kegiatan
anggota atau kelompok yang menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan,
berhenti melakukan kegiatan atau hanya meniru-niru kegiatan orang (anggota)
lainnya saja.Masalah kelompok anak timbul dari kelompok itu mudah terganggu
dalam kelancaran kegiatannya.Dalam hal ini kelompok itu mereaksi secara
berlebihan terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak berarti atau bahkan
memanfaatkan hal-hal kecil untuk mengganggu kelancaran kegiatan kelompok
itu.Contoh yang sering terjadi ialah para siswa menolak untuk melakukan karena
mereka beranggapan guru tidak adil. Jika hal ini terjadi, maka suasana diwarnai oleh
ketidaktentuan dan kekhawatiran.
f. Kurangnya semangat,
tidak mau bekerja, dan tingkah laku agresif atau protes. Masalah
kelompok yang paling rumit ialah apabila kelompok itu melakukan protes dan tidak
mau melakukan kegiatan, baik hal itu dinyatakan secara terbuka maupun
terselubung.Permintaan penjelasan yang terus menerus tentang sesuatu tugas,
kehilangan pensil, lupa mengerjakan tugas rumah atau tugas itu tertinggal di
rumah, tidak dapat mengerjakan tugas karena gangguan keadaan tertentu, dan
lain-lain merupakan contoh-contoh protes atau keengganan bekerja.Pada umumnya
protes dan keengganan seperti itu disampaikan secara terselubung dan
penyampaian secara terbuka biasanya jarang terjadi.
g. Ketidakmampuan
menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan. Ketidakmampuan menyesuaikan diri
terhadap lingkungan terjadi apabila kelompok (kelas) mereaksi secara tidak
wajar terhadap peraturan baru atau perubahan peraturan, pengertian keanggotaan
kelompok, perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok, perubahan
jadwal kegiatan, pergantian guru dan lain-lain.Apabila hal itu terjadi
sebenarnya para siswa (anggota kelompok) sedang mereaksi terhadap suatu
ketegangan tertentu; mereka menganggap perubahan yang terjadi itu sebagai
ancaman terhadap keutuhan kelompok.Contoh yang paling sering terjadi ialah
tingkah laku yang tidak sedap pada siswa terhadap guru pengganti, padahal
biasanya kelas itu adalah kelas yang baik.
Mengajar
sebagai proses pemberian atau penyampaian pengetahuan saja tidak cukup, tetapi
harus diiringi dengan mendidik. Artinya guru secara tidak langsung harus dapat
membimbing siswa untuk melakukan dan menyadari etika, budaya serta moral yang
berlaku di tempat siswa tinggal. Guru bukan sebagai pemberi informasi
sebanyak-banyaknya kepada para siswa, melainkan guru sebagai fasilitator, teman
dan motivator.
Berdasarkan
pengalaman guru di lapangan. Masalah-masalah yang timbul di dalam pelaksanaan
pengajaran dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Masalah
pengarahan : Di waktu merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi proses
belajar-mengajar, kebanyakan guru kurang memiliki keterampilan dalam:
a.
Berorientasi
kepada tujuan pelajaran.
b.
Mengkomunikasikan
tujuan pelajaran kepada siswa.
c.
Memahami
cara merumuskan tujuan umum dan khusus.
d.
Menyesuaikan
tujuan pelajaran dengan kemampuan dan kebutuhan siswa.
e.
Merumuskan
tujuan instruksional jelas.
Keadaan ini mengakibatkan secara jelas terhadap tujuan
mempelajari materi tersebut, mereka tidak mendapat kepuasan dalam menerima
pelajaran, siswa menyadari bahwa tujuan pelajaran yang diberikan guru tidak
relevan dengan kebutuhannya tidak bermakna bagi kehidupannya di kemudian hari.
2. Masalah
evaluasi dan penilaian : Guru dalam tugasnya untuk merencanakan, melaksanakan
evaluasi dan menemukan masalah-masalah sebagai berikut:
a.
Guru dalam menyusun kriteria keberhasilan tidak jelas
b.
Prosedur
evaluasi tidak jelas
c.
Guru
tidak melaksanakan prinsip-prinsip evaluasi yang efisien dan efektif.
d.
Kebanyakan
guru memiliki cara penilaian yang tidak seragam.
e.
Guru
kurang menguasai teknik-teknik evaluasi.
f.
Guru
tidak memanfaatkan analisa hasil evaluasi sebagai bahan umpan balik.
Dengan evaluasi yang semacam itu siswa yang menerima
evaluasi tidak puas. Mereka tidak mengerti arti angka-angka yang diterimanya.
Guru juga tidak mengetahui apakah muridnya sudah mempelajari materi pelajaran
yang diberikan atau belum. Guru tidak mengerti bahwa pada siswa sudah ada
perubahan tingkah laku, sebagai pengaruh pengajaran yang diberikan atau tidak.
3. Masalah
isi dan urut-urutan pelajaran : Dalam membuat perencanaan pengajaran, yang
kemudian akan dilaksanakan dan dievaluasi, guru dalam menyusun isi dan urutan
bahan pelajaran menemukan masalah sebagai berikut:
a. Guru kurang menguasai materi
b.
Materi
yang disajikan tidak relevan dengan tujuan
c.
Materi
yang diberikan sangat luas
d. Guru
kurang mampu dalam menyesuaikan penyajian bahan dengan waktu yang tersedia
e.
Guru
kurang terampil dalam mengorganisasikan materi pelajaran.
f.
Guru
kurang mampu mengembangkan materi pelajaran yang diberikannya.
g.
Guru
kurang mempertimbangkan urutan tingkat kesukaran dari materi pelajaran yang
diberikan.
4. Masalah metode dan sistem penyajian bahan pelajaran : Agar
guru dapat menyajikan bahan pelajaran dengan menarik dan berhasil, maka perlu
menguasai beberapa teknik sistem penyajian. Juga dapat memilih siswa penyajian
yang tepat untuk setiap materi tertentu yang akan disajikan, ataupun dapat
membuat variasi dalam menyajikan bahan tersebut. Namun dengan demikian dalam
pengamatan pelaksanaan pengajaran itu para guru menemukan masalah-masalah
sebagai berikut:
a.
Guru kurang menguasai beberapa siswa penyajian yang menarik
dan efektif.
b.
Pemilihan
metode kurang relevan dengan tujuan pelajaran dan materi pelajaran.
c.
Kurang
terampil dalam menggunakan metode
d.
Sangat
terikat pada satu metode saja
e.
Guru
tidak memberikan umpan balik pada tugas yang dikerjakan siswa.
5. Masalah
hambatan-hambatan : Dalam pelaksanaan pengajaran guru kadang-kadang menemui
banyak hambatan, diantaranya ialah:
a.
Banyak
guru kurang menggunakan perpustakaan sebagai sumber belajar.
b.
Guru
kurang mempertimbangkan latar belakang siswa yang tidak sama.
c.
Guru
kurang mengerti tentang kemampuan dasar siswa yang kurang.
d.
Kurangnya
buku-buku bacaan ilmiah
e.
Keadaan
sarana yang kurang
f.
Guru
kurang mampu dalam menguasai bahasa Inggris.
Dengan menemukan hambatan-hambatan itu dalam pengajaran
menjadi kurang lancar. Guru mengalami kesulitan dalam meningkatkan proses
belajar mengajar agar hasilnya efektif dan efisien. Begitu juga siswa sendiri
kurang bersemangat untuk mendalami setiap bagian pengetahuan yang diperolehnya
di bangku sekolah.
2.4
Solusi dalam memecahkan masalah manajemen
kelas
Untuk mengatasi masalah dalam pengelolaan kelas di atas, ada beberapa
pendekatan yang dapat dilakukan,diantaranya
sebagai berikut:
a. Behavior – Modification Approach
(Behaviorism Apparoach)
: Asumsi yang mendasari penggunaan pendekatan ini adalah bahwa perilaku
“baik” dan “buruk” individu merupakan hasil belajar.Upaya memodifikasi perilaku
dalam mengelola kelas dilakukan melalui pemberian positive reinforcement
(untuk membina perilaku positif) dan negative reinforcement (untuk
mengurangi perilaku negatif). Namun
demikian, dalam penggunaan reinforcement negatif seyogyanya dilakukan
secara hati-hati, karena jika tidak tepat malah hanya akan menimbulkan masalah
baru.
b. Socio-Emotional Climate Approach
(Humanistic Approach)
: Asumsi yang mendasari penggunaan pendekatan ini adalah bahwa proses
belajar mengajar yang baik didasari oleh adanya hubungan interpersonal yang
baik antara peserta didik – guru dan atau peserta didik – peserta didik dan
guru menduduki posisi penting bagi terbentuknya iklim sosio-emosional yang baik. Dalam hal
ini, Carl A. Rogers mengemukakan pentingnya sikap tulus dari guru (realness,
genuiness, congruence); menerima dan menghargai peserta didik sebagai
manusia (acceptance, prizing, caring, trust) dan mengerti dari sudut
pandangan peserta didik sendiri (emphatic understanding). Sedangkan
Haim C. Ginnot mengemukakan bahwa dalam memecahkan masalah, guru berusaha untuk
membicarakan situasi, bukan pribadi pelaku pelanggaran dan mendeskripsikan apa
yang ia lihat dan rasakan; serta mendeskripsikan apa yang perlu dilakukan
sebagai alternatif penyelesaian. Selain itu juga dikemukakan William Glasser bahwa guru
sebaiknya membantu mengarahkan peserta didik untuk mendeskripsikan masalah yang
dihadapi; menganalisis dan menilai masalah; menyusun rencana pemecahannya;
mengarahkan peserta didik agar committed terhadap rencana yang telah
dibuat memupuk keberanian menanggung akibat “kurang menyenangkan”; serta
membantu peserta didik membuat rencana penyelesaian baru yang lebih baik. Sementara
itu, Rudolf Draikurs mengemukakan pentingnya Democratic Classroom
Process, dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat memikul
tanggung jawab; memperlakukan peserta didik sebagai manusia yang dapat secara
bijak mengambil keputusan dengan segala konsekuensinya; dan memberi kesempatan
kepada peserta didik untuk menghayati tata aturan masyarakat
c. Group Process Approach : Asumsi yang
mendasari penggunaan pendekatan ini adalah bahwa pengalaman belajar berlangsung
dalam konteks kelompok sosial dan tugas guru adalah membina dan memelihara
kelompok yang produktif dan kohesif. Richard A. Schmuck & Patricia A. Schmuck
mengemukakan prinsip – prinsip dalam penerapan pendekatan group proses, yaitu :
(a) mutual expectations; (b) leadership; (c) attraction
(pola persahabatan); (c) norm; (d) communication; (d) cohesiveness.
d. Pendekatan Otoriter : Pandangan
yang otoriter dalam pengelolaan kelas merupakan seperangkat kegiatan guru untuk
nienciptakan dan mempertahankan ketertiban suasana kelas. Pengelolaan kelas
sebagai proses untuk mengontrol tingkah laku siswa ke arah disiplin. Bila
timbul masalah-masalah yang merusak ketertiban atau kedisplinan kelas, maka
perlu adanya pendekatan:
1.
Perintah dan larangan
2.
Penekanan dan penguasaan
3.
Penghukuman dan pengancaman
4.
Pendekatan perintah dan larangan
e. Pendekatan Permisif : Pendekatan
yang primisif dalam pengelolaan kelas merupakan seperangkat kegiatan pengajar
yang memaksimalkan kebebasan peserta
didik untuk melakukan sesuatu.Sehingga bila kebebasan ini
dihalangi dapat menghambat perkembangan peserta didik. Berbagai bentuk pendekatan dalam pelaksanaan
pengelolaan kelas ini banyak menyerahkan segala inisiatif dan tindakan pada
diri peserta didik. Diantaranya yaitu
sebagai berikut:
1. Tindakan pendekatan pengalihan
merupakan tindakan yang bersifat premisif. Dari tindakan pendekatan ini muncul
hal-hal yang kurang disadari oleh peserta didik.
2.
Meremehkan sesuatu kejadian, atau
tidak melakukan apa-apa sama sekali
3.
Memberi peluang kemalasan dan
menunda pekerjaan.
4.
Menukar dan mengganti susunan
kelompok tanpa melalui prosedur yang sebenarnya.
5.
Menukar kegiatan salah satu
pembelajar, digantikan oleh orang lain.
6.
Mengalihkan tanggung jawab kelompok
kepada seorang anggota
f.
Pendekatan membiarkan dan memberi
kebebasan : Sekali lagi
pengajar memandang peserta
didik telah mampu melakukan sesuatu dengan prosedur yang
benar.“Biarlah mereka bekerja sendiri dengan bebas”, demikian pegangan pengajar
dalam mengelola kelas.Lebih kurang menguntungkan lagi kalau selama peserta didik bekerja
sendiri, pengajar juga aktif mengerjakan tugas sendiri dan pada saat waktu
habis baru ditanyakan atau disusun.Percaya atau tidak bahwa hasil bekerja peserta didik belum
memadai dan kurang terarah Akibat yang sering terjadi peserta didik merasa
telah benar dengan tingkah laku dalam pengerjaan tugas, telah bertanggung jawab
dalam kelompok atau kelas itu.Tapi ternyata setelah dibandingkan dengan
kelompok lainnya kurang atau malahan lebih rendah.Kedua pendekatan inipun
kurang menguntungkan, tanpa kontrol dan pengajar bersikap serta memandang
ringan terhadap gejala-gejala yang muncul.Pihak pengajar dan peserta didik tampak
bebas, kurang memikat.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Ada dua
jenis masalah dalam pengelolaan
kelas, yaitu yang bersifat perorangan atau individual dan yang bersifat
kelompok. Penggolongan
masalah individual ini didasarkan atas anggapan dasar bahwa tingkah laku
manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan.Setiap individu memiliki
kebutuhan dasar untuk memiliki dan untuk merasa dirinya berguna.Sedangkan dalam masalah kelompok ada tujuh
masalah dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas;(a)Kurangnya kekompakan, (b)Kesulitan mengikuti peraturan
kelompok, (c)Reaksi negatif terhadap sesama anggota kelompok, (d)Penerimaan
kelas (kelompok) atas tingkah laku yang menyimpang, (e)Kegiatan
anggota atau kelompok yang menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan, (f)Kurangnya semangat,
tidak mau bekerja, dan tingkah laku agresif atau protes, (g)Ketidakmampuan menyesuaikan
diri terhadap perubahan lingkungan.
Sedangkan masalah dalam pelaksanaan
pembelajaran di kelas diantaranya yaitu; (1)Masalah pengarahan, (2)Masalah
evaluasi dan penilaian, (3)Masalah isi dan urut-urutan pelajaran, (4)Masalah
metode dan sistem penyajian bahan pelajaran.
Untuk
mengatasi masalah dalam pengelolaan kelas di atas, ada beberapa pendekatan yang
dapat dilakukan,diantaranya;
Behavior – Modification Approach (Behaviorism Apparoach), Socio-Emotional
Climate Approach (Humanistic Approach), Group Process Approach, pendekatan Otoriter, Pendekatan
Permisif, dan Pendekatan
membiarkan dan memberi kebebasan.
3.2 Saran
Kita sebagai calon guru SD yang
nantinya sebagai guru kelas diharapkan dengan mempelajari dan mengetahui
pengaturan kondisi dan penciptaan iklim belajar yang menunjang, dapat
menciptakan kondisi kelas baik secara fisik, sosio-emosional, organisasional,
dan kondisi administrasi teknik yang menyenangkan atau memungkinkan sehingga
para peserta didik dapat mencapai tujuan-tujuan belajar yang ingin dicapai
secara efisien dan optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Almasawi,dkk.
2010. Masalah-masalah dalam Manajemen
Kelas.
http://tugas-makalah.blogspot.com/2012/06/masalah-masalah-dalam-manajemen-kelas.html. diakses tanggal 20 Februari
2013,Pekanbaru:UINSultan Syarif Kasim Riau
Ekosiswoyo,
Rasdi. 2000. Manajemen kelas.
Semarang: CV. Ikip.Semarang press
Missmelind,
2011. Pengaturan kondisi dan penciptaan
klim belajar yang menunjang.http://missmelind.blogspot.com/2011_03_01_archive.html. diakses tanggal 20 Februari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar